Jakarta (B2B) - Memperhatikan tantangan besar ke depan serta peran strategis dan multidimensi pertanian, maka paradigma ´pembangunan berbasis pertanian´ yang selama ini telah diterapkan, sudah tidak relevan lagi dan perlu disesuaikan dengan paradigma baru.

"Paradigma ini menuntut peran pertanian tidak hanya sebagai penghasil utama bahan pangan, tetapi menjadi penghasil biomassa bahan baku biorefinery untuk menghasilkan bahan pangan, pakan, pupuk, serat, energi, produk farmasi, kimiawi dan bioproduk lainnya," kata Menteri Pertanian Suswono pada peluncuran buku Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 di Kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/9).

Kegiatan tersebut diselenggarakan bersamaan dengan seminar dan pertemuan University Network for Tropical Agriculture. Turut hadir Rektor IPB Bogor, Prof Dr Herry Suhardiyanto; President National Pingtung University of Science and Technology (Korea Selatan), Prof Dr Yuan-Kuang Guu; Deputy Director of Rural Infrastructure and Agro -Industries Division, Food and Agriculture Organization (FAO) PBB di Roma, Dr Carlos Arthur B da Silva; Vice President for International Relations Kasetsart University (Thailand), Prof Dr Poonpipope Kasemsap; President of Maejo University (Thailand), Prof Dr Chamnian Yosraj; Senior Vice President of Queensland University (Australia), Prof Dr Deborah Terry; Vice President of Thai Nguyen University (Vietnam) Prof Dr Dang Van Minh.

Paradigma baru yang pertama, kata Suswono, adalah Pertanian untuk Pembangunan yaitu rencana pembangunan perekonomian nasional perlu dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian secara rasional. Sektor pertanian harus dijadikan sebagai motor penggerak transformasi pembangunan yang berimbang dan menyeluruh.

Mentan menambahkan, paradigma baru yang kedua adalah Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan, yaitu transformasi dari orientasi pembangunan berbasis bahan baku fosil menjadi berbasis sumberdaya terbarukan (sumberdaya hayati).

"Reorientasi paradigma tersebut sebenarnya sudah mulai diterapkan di lapangan, antara lain dengan memanfaatkan biomassa setempat kemudian meminimalkan penggunaan input dari luar, tidak memindahkan unsur hara ke luar wilayah dan meningkatkan nilai tambah melalui integrasi vertikal dan horisontal," tambah Suswono.

Suswono menambahkan, kondisi Indonesia yang berada di wilayah tropis memiliki mega biodiversity baik di daratan maupun laut serta pancaran sinar matahari yang penuh dan stabil sepanjang tahun merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara optimal.

Melalui kemajuan teknologi yang terus berkembang, tambah Mentan, proses pemanfaatan biomassa melalui pemanenan matahari dengan siklus biogeokimia dan proses hidrologi mampu secara optimal menghasilkan produk unggul dan sumber air.