Ayam Ras, Kementan Jaga Keseimbangan `Supply and Demand` Antisipasi Covid-19

Indonesian Govt Anticipate the Needs of Poultry Chickens from Covid-19

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Ayam Ras, Kementan Jaga Keseimbangan `Supply and Demand` Antisipasi Covid-19
MENDORONG INTEGRATOR: Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan [PKH] I Ketut Diarmita mendorong integrator menambah waktu operasional RPHU menjadi 15 jam per hari dan simpan karkas di cold storage [Foto: Humas Ditjen PKH]

Jakarta [B2B] - Kementerian Pertanian RI menyikapi penyebaran virus Corona dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan perunggasan untuk terus menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran [supply and demand] ayam ras. Inisiatif yang akan dilakukan adalah mendorong integrator mengalokasikan CSR dalam bentuk karkas beku untuk didistribusikan kepada petugas medis dan masyarakat di wilayah terdampak wabah Covid-19.

“Kami sedang mendiskusikan rencana ini, mudah-mudahan segera bisa direalisasikan mengantisipasi dampak ekonomi dan sosial dari Covid-19," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan [PKH] I Ketut Diarmita di Jakarta, Sabtu [4/4].

Menurutnya, langkah penting lain terus mendorong integrator untuk mengoptimalkan pemotongan di RPHU, dengan menambah waktu operasional pemotongan menjadi 15 jam per hari dan menyimpan karkas beku di cold storage. “Ini penting sebagai upaya mengurangi peredaran livebird di pasar becek, sehingga stabilisasi harga livebird dapat tercapai.”

Ketut menambahkan bahwa pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Keswan Nomor 2669 tentang pengurangan telor tetas [cutting hatching egg]  umur 19 hari pada Maret sebanyak 17,5 juta butir kepada seluruh perusahaan pembibit.

“Realisasinya 22,8 juta butir atau 130,3% melebihi target, ini secara langsung mengurangi produksi DOC FS sebanyak 21,6 juta ekor setara daging ayam broiler pada  April sebanyak 23,8 ribu ton," katanya.

Telur Tetas Fertil
Sementara Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono mengatakan bahwa bersamaan dengan keluarnya surat edaran [SE] tersebut, dilakukan juga pelaksanaan tunda setting sebagai CSR perusahaan pembibit untuk didistribusikan ke sekolah, pesantren, dan masyarakat yang terdampak bencana wabah Covid-19.

Menurutnya, jenis telur untuk tunda setting adalah telur tetas fertil (tertunas) yang sebenarnya untuk ditetaskan namun layak untuk dikonsumsi. “Selama Maret terealisasi penyaluran telur tetas sebanyak 4,5 juta butir atau 45% dari target 10 juta butir, setara pengurangan DOC FS sebanyak 3,6 juta ekor atau setara daging ayam broiler sebanyak 4 ribu ton.”

Berdasarkan potensi produksi, hasil cutting HE umur 19 hari dan tunda setting pada Maret, terealisasi pengurangan DOC FS sebanyak 25,3 juta ekor atau setara daging ayam broiler 27,9 ribu ton.

Implementasi kebijakan tersebut menjadikan potensi produksi daging ayam broiler April sebanyak 340,9 ribu ton. "Dengan perkiraan kebutuhan daging pada April sebanyak 291,2 ribu ton, maka masih ada surplus 49,7 ribu ton. Surplus ini akan sangat baik untuk menjadi cadangan pangan terutama saat wabah Covid-19." kata Sugiono.

Pada Maret 2020, juga dilakukan afkir PS umur lebih 60 minggu oleh perusahaan pembibit dan terealisasi sebanyak 1,02 juta ekor PS betina [34,24%] dan 88,4 ribu ekor PS jantan [35,15%].

Dari 27 perusahaan pembibit, saat ini baru delapan  perusahaan yg sudah merealisasikan afkir PS [realisasi 8 -69%]. “Kita telah layangkan surat teguran kepada seluruh perusahaan pembibit, agar segera melakukan kewajiban afkir PS umur lebih 60 minggu sesuai SE Dirjen No. 2106/SE/PK.230/F/02/2020,” tambahnya.

Adapun untuk Mei, menurut Sugiono, potensi produksi daging ayam broiler sebanyak 332,7 ribu ton dengan kebutuhan 305,2 ribu ton sehingga masih surplus 27,5 ribu ton. “Kami pastikan untuk menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri, stok daging ayam mencukupi,” pungkasnya.

Jakarta [B2B] -  Indonesia´s Agriculture Ministry is in intensive care after testing positive for the novel coronavirus, as civil servants in head office and across the country were ordered to close over the health threat. The World Health Organization has said it is particularly concerned about high-risk nations with weaker health systems, which who may lack the facilities to identify cases, according to official of the region.