Sawah Susut karena Pemda Obral Izin
Rice Fields Shrinking because Local Governments Sell Permits
Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Kementerian Pertanian kesulitan menahan laju penyusutan lahan pertanian di seluruh Indonesia, karena pemerintah daerah mengobral izin pemanfaatan lahan untuk industri dan properti. Meskipun sudah dipagari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2009 tentang Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian, pemerintah daerah tampaknya tidak peduli dan tetap mengumbar izin kepada investor.
Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Efisiensi Pembangunan Pertanian, Hasim Danuri mengatakan para kepala daerah lebih senang berhubungan dengan konglomerat ketimbang lahannya dimanfaatkan untuk lahan transmigrasi bagi petani.
"Sekarang ada PP 41 tahun 2009 tapi nggak jalan. Bupati-bupati itu yang punya kuasa dan mereka lebih senang ketemu konglomerat," kata Hasim Danuri setelah rapat kerja Menteri Pertanian Suswono dengan Komisi IV DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (29/5).
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, alih fungsi lahan pertanian produktif mencapai 10% setiap tahun. Dengan kata lain, sekitar 188 ribu hektar lahan yang seharusnya dapat ditanami padi, jagung, kedelai kini hilang berganti menjadi perumahan atau pabrik.
Total luas sawah di Indonesia saat ini tinggal 7,75 juta hektar. Di sisi lain, kemampuan membuat lahan sawah baru setiap tahun hanya 45 ribu hektar. Apabila hal ini terus berlangsung, pada 2015 mendatang bakal terjadi defisit kebutuhan lahan pertanian seluas 730 ribu hektar.
Hasim Danuri menguraikan karakteristik berbeda pada alih fungsi lahan di Jawa dan luar Jawa. Di Jawa, sawah kerap hilang berganti menjadi kawasan perumahan sementara di Sumatera lahan yang hilang berganti menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Alih fungsi lahan di Jawa jadi perumahan, kalau di luar Jawa jadi lahan kelapa sawit. Pemerintah daerah menolak apabila diberikan kepada petani untuk membuat sawah baru," ungkapnya lagi.
Menteri Pertanian berulang kali meminta koordinasi pengelolaan lahan untuk diatur langsung oleh pemerintah pusat, untuk mencegah penyusutan lahan persawahan.
"Dengan otonomi daerah, para kepala daerah menjadi obyek para konglomerat yang cuma memikirkan keuntungan. Padahal kalau aturan itu ditaati, Indonesia bukan hanya bisa swasembada pangan melainkan mampu menjadi eksportir pangan," tambah Hasim.
Jakarta (B2B) - Agriculture Ministry difficulty restrain shrinking of agricultural land in Indonesia, due to the local governments sell permits to industry, and property. Although already lined Government Regulation (PP) No. 41/2009 on Changing Rules Function Agricultural Land, the local government did not care and keep indulgence in licenses to investors.
Special Staff of Agriculture Ministry for Agricultural Development Efficiency, Hasim Danuri said regional leaders were more pleasure in dealing with a conglomerate rather than land used for land resettlement for farmers.
"Now there are PP 41 in 2009 but ignored. Regents have the power and they are happy to meet conglomerate," said Hasim Danuri after a working meeting of the Agriculture Minister, Suswono with Commission IV of House of Representatives in Senayan, Jakarta, Wednesday (29/5).
Data from the Ministry of Agriculture showed that productive agricultural land conversion reached 10% every year. In other words, approximately 188 thousand hectares of land should be planted with rice, corn, soybeans lost now turned into housing or factory.
Total rice area in Indonesia is currently only 7.75 million hectares. While the ability to create new rice fields every year only 45 thousand hectares. If this continues, the 2015 deficit would be an agricultural area of ��730 thousand hectares.
Hasim Danuri elaborate on the different characteristics of land conversion in Java and outside Java. In Java, rice fields is often lost turned into a residential area while in Sumatra lost land turned into palm oil plantations.
"The transformation of a residential land in Java, outside Java to oil palm plantations. Regional government refused if given to farmers to create new rice fields," he said again.
Agriculture Minister repeatedly requested coordination of land management for regulate directly by the central government, to prevent shrinking rice field area.
"With decentralization, the regional heads became the object of the conglomerates who only think about profit. Fact that the rules were obeyed, Indonesia not only be able to become self-sufficient in food but food exporters," said Hashim.
