Embung di Lahan Rawa, Kiat Ditjen PSP Tingkatkan Indeks Pertanaman Padi
Indonesian Govt Develops a Small Farm Reservoir in Borneo Swamplands
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani

Kapuas, Kalteng (B2B) - Air merupakan sumber daya yang menentukan kinerja sektor pertanian sehingga harus dikelola secara efektif dan efisien, maka teknologi embung atau tandon air dipilih karena teknologinya sederhana, biaya relatif murah dan terjangkau oleh kemampuan petani, begitu pula di lahan rawa yang saat ini dikembangkan oleh Kementerian Pertanian RI sebagai lahan pertanian.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian - Kementerian Pertanian RI (Ditjen PSP) mengembangkan embung atau tandon air atau waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan, yang kemudian digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian.
"Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Embung di lahan rawa atau dikenal sebagai pond, berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau," kata Kasubdit Iklim, Konservasi Air, dan Lingkungan Hidup di Ditjen PSP Kementan, Andi Halu.
Menurutnya, air dari embung selain untuk pertanaman juga membantu proses pencucian untuk mengurangi kadar keasaman tanah, sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi yang ditanam di lahan rawa.
Andi Halu merujuk pada embung yang dikembangkan oleh kelompok tani Berkat Sepakat di Desa Sei Asem, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah yang didukung oleh Ditjen PSP Kementan.
"Embung tersebut bermanfaat meningkatkan indeks pertanaman dari satu kali tanam dalam setahun menjadi dua kali tanam dengan memanfaatkan embung saat musim kemarau," katanya.
Total luas lahan 40 hektar yang memanfaatkan embung, sebagian lahannya ditanami varietas lokal Siam Unus Lantik dan sebagian ditanami dengan varietas IPB 7R, sementara harga beras lokal Rp13.500 sedangkan harga beras unggul Rp10.000 per kg.
Kapuas of Central Borneo (B2B) - The small farm reservoir locally known as the embung was chosen by Indonesian Agriculture Ministry to support the provision of water on agricultural land, especially in swamps to meet water needs in tidal and swamp land.
The Directorate General of Agricultural Infrastructure and Facilities or Ditjen PSP developing reservoirs to accommodate excess rainwater in the rainy season as the supplementary irrigation source for agricultural cultivation.
"The embung is a rainwater harvesting technique that is very suitable in all agroecosystems. The reservoir serves to hold water when excess water in the rainy season and irrigation water sources in the dry season," said said the Head of the Sub-directorate of Climate, Water Conservation and Environment, Andi Halu.
According to him, water of embung also supports land washing to reduce soil acidity, to increase productivity of rice in swamplands.
Andi Halu refers to the embung developed by the Berkat Sepakat farmer group in Kapuas district of Central Kalimantan province which is supported by Ditjen PSP.
"The embung is useful for increasing cropping indexes, from one planting in a year to twice planting, using embung during the dry season," he said.
The total land area of 40 hectares utilizes small farm reservoirs planted with local varieties of rice, local varieties of Siam Unus Lantik and IPB 7R, and some are planted with IPB 7R varieties, while the price of local rice is IDR13,500 while the price of rice is IDR10,000 per kg.