Ekspor Porang dan Edamame Naik di tengah Pandemi

Indonesian Govt Encourage Agricultural Exporters to Increase Volume Export

Reporter : Kemal Agus Praghotsa
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Ekspor Porang dan Edamame Naik di tengah Pandemi
PERTUMBUHAN POSITIF: Kepala Barantan Bambang saat menjadi pembicara utama dalam Diskusi Webinar yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian [FORWATAN] dengan tema `Mendorong Ekspor Berbasis Kawasan`. [Foto: Istimewa]

Jakarta [B2B] - Selama masa pandemi Covid-19, ekspor produk-produk pertanian kian menunjukkan ketangguhannya, terutama edamame dan porang. Hal ini disebabkan permintaan masyarakat dunia akan meningkatkan daya tahan tubuh dengan diimbangi makan makanan sehat di tengah pandemi saat ini.

Badan Karantina Pertanian [Barantan] memberikan dukungan kepada upaya peningkatan ekspor pertanian sesuai program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor [Gratieks]. 

Bambang selaku Kepala Barantan menjelaskan sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait program Gratieks terus melakukan dorongan ekspor komoditas pertanian melalui berbagai aspek.

"Kami sangat terbuka dan mendukung ekspor produk andalan seperti edamame dan porang. Silakan menghubungi badan karantina pertanian di daerah masing-masing untuk berdiskusi dan berkoordinasi apabila ada kendala," kata Bambang, saat menjadi pembicara utama dalam Diskusi Webinar yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian [FORWATAN] dengan tema `Mendorong Ekspor Berbasis Kawasan`, Sabtu [7/8].

Diskusi ini terselenggara dukungan Barantan dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. Ada tiga pembicara dalam webinar yaitu Presiden Direktur PT Gading Mas Indonesia Teguh [GMIT], Erwan Santoso; Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara, Deny Welianto; dan Pejabat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Badan Karantina Pertanian, Abdul Rahman.

Bambang menjelaskan Barantan berupaya meningkatkan ekspor melalui berbagai kegiatan GRATIEKS, peningkatan informasi, dan menjalin kerjasama dengan entitas terkait baik di pusat maupun daerah. Harapannya agar dapat menambah kemanfaatan atau kesejahteraan bagi petani dan pelaku agribisnis.

Sementara, Erwan Santoso selaku Presdir GMIT menjelaskan bahwa PT perusahaan mulai membudidayakan edamame sejenis kacang-kacangan yang memiliki protein dan antioksidan tinggi. Semenjak 2015, GMIT membeli edamame dari para petani mitra dan menjualnya ke pasar domestik. Jenis produk edamame untuk pasar domestik antara lain edamame segar, edamame beku [edashi], mukimame [edamame kupas]. Di pasar ekspor, perusahaan menjual produk edamame beku, mukimame, dan okra beku. 

"Tren pasar ekspor edamame sangatlah bagus. Di kala pandemi, ada kenaikan permintaan di negara tujuan ekspor. Baru tahun lalu, kami mulai ekspor edamame," kata Erwan.

Di dalam negeri, menurut Erwan, produk edamame segar menjadi pilihan konsumen yang sebagian besar diserap kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali. Pilihan produk segar menunjukkan pertumbuhan ketika munculnya pandemi Covid-19. 

"Sekarang ini, konsumen beralih kepada produk segar. Perusahaan dapat menjual ratusan ton edamame segara ke berbagai kota besar terutama Bali. Sebab, banyak wisatawan terutama asal Jepang yang mengunjungui Bali," katanya.

Erwan menjelaskan perusahaan berkomitmen dan fokus kepada manajemen keamanan pangan [food safety]. Konsep Food Safety ini menuntut kemampuan industri pengolahan menerapkan sistem keamanan pangan di setiap unit proses dan pengadaan bahan baku, sehingga produknya aman dikonsumsi. Dalam food safet ini melibatkan banyak dokuemen yang harus disediakan bagi tujuan ketertelusuran jika terjadi komplai atau ketidaksesuaian. 

Pabrik edamame GMIT mencapai 6.000 ton per tahun yang telah menerapkan standar internasional dengan memerhatikan food safety, food quality, dan traceability.  Selain itu, perusahaan juga menjalin pola kemitraan KSO ditujukan mengubah perilaku petani dari cara konvensional menuju pertanian berbasis standar global sehingga dicapai hasil sesuai spesifikasi pembeli. Dalam program KSO, GMIT memberikan dukungan berupa teknik budidaya edamame, memberi bantuan modal, dan jaminan pasar. 

Kemudian, Deny Welianto menambahkan, sejauh ini belum ada standarisasi harga porang secara nasional. "Itu yang menjadi problem bagi petani untuk pengembangan budidaya porang secara masif," katanya.

Selain itu, serapan pasar, tidak ada keseluruhan pabrik yang ada di wilayah tertentu. Saat ini ada kurang lebih sekitar 18-19 pabrik yang terpisah-pisah dan itu akan membuat jarak mobilisasi petani menjadi lebih berat, atau menambah biaya post produksi ketika panen. Di sektor budidaya, untuk mulai budidaya porang itu tidak harus skala besar atau satu hektar dua hektar. Memulai budi daya porang itu berkaitan dengan budget dan target.

Selanjutnya, Abdul Rahman meminta petani mulai menanam porang dengan standar Good Agricultural Practices [GAP] dan Good Handling Pracliices [GHP], seperti yang persyaratan China.

Selain itu, dia juga meminta petani porang agar tidak menggunakan pupuk kimia sebagaimana yang disyaratkan dalam draf protokol ekspor chip porang ke Tiongkok.  

Jakarta [B2B] - The movement of Indonesian agricultural commodity exports must begin with the presence of exporters among the people, at the same time opening up employment opportunities widely, by increasing the movement three times exports [GratiEks] so GratiEks became part of the people´s movement to show that Indonesia is a strong country in the agricultural sector, according to according to senior official of Indonesian Statistics Agency.