Mentan - Mendag Sinergi Atasi Dominasi Bawang Putih Impor di Pasar Domestik

Indonesian Govt Overcomes Dominance of Garlic Import in Domestic Market

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Mentan - Mendag Sinergi Atasi Dominasi Bawang Putih Impor di Pasar Domestik
Mentan Andi Amran Sulaiman memeriksa bawang putih impor di kios pedagang Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur (Foto: istimewa)

SEJAK 1998 hingga saat ini, 90% kebutuhan bawang putih untuk pasar domestik dipenuhi oleh produk impor dari China dan India, hal itu akibat perdagangan bebas yang mendorong harga bawang putih lokal tidak bisa bersaing sehingga membuat petani enggan menanam padahal lahan dan benih tersedia.

"Perdagangan bawang putih terlanjur terbuka bebas, makanya pemerintah ingin menata kembali, yang penting tidak saling menyalahkan. Pokoknya dua tahun ke depan masalah bawang putih impor dapat bisa selesai," kata Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur pada Sabtu (13/5).

Pendapat senada dikemukakan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bahwa mekanisme pasar mengakibatkan harga bawang putih lebih banyak ditentukan oleh permintaan dan penawaran, harga melambung ketika permintaan meningkat seperti pada Ramadan dan Idul Fitri.

"Hal itu pula yang membuat pemerintah selama ini kesulitan melakukan pengendalian harga, apalagi ketergantungan pada bawang putih impor sangat tinggi, hampir 90 persen yang beredar adalah bawang putih impor," kata Enggar.

Kedua menteri memutuskan untuk mengatur tata niaga bawang putih demi keberpihakan pada rakyat sebagai konsumen utama, karena rakyat tidak boleh dibiarkan menghadapi kepentingan pasar yang dikuasai importir dan pedagang pemburu rente yang seenaknya menentukan harga.

"Sebelum pemerintah melakukan intervensi, harga bawang putih Rp60 ribu per kilogram sangat membebani rakyat padahal impor dari China. Artinya, rakyat dibebani kewajiban membayar keringat warga asing," kata Enggar kepada pers.

Regulasi Impor
Mentan dan Mendag memutuskan melakukan intervensi dengan menghadirkan peran negara dalam tata niaga yang bawang putih yang selama ini kebablasan, harga pun melambung tinggi ketika permintaan meningkat seperti menjelang puasa hingga bulan Ramadan dan Lebaran.

"Tepatnya hari ini, saya akan tandatangani tata niaga bawang putih yang selama ini tidak diatur," kata Mentan Amran Sulaiman.

Dalam regulasi tersebut, importir tidak bisa lagi seenaknya mengimpor tanpa batasan kuota impor, dan harus mendapat rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian RI sebelum mendapat izin impor bawang putih dari Kementerian Perdagangan RI.

"Selanjutnya seluruh distributor, sub distributor dan agen wajib mendaftar kemudian harus daftar gudang dan posisi stok sehingga pemerintah mengetahui ketersediaan pasokan dan distribusi ke pasar retail," kata Enggar.

Menurutnya, langkah tersebut dinilai tepat untuk memudahkan pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian harga, dan pemerintah telah membuat kesepakatan dengan importir dan pedagang bahwa harga eceran tertinggi (HET) dalam dua pekan ke depan di kisaran Rp38.000 per kilogram.

"Untuk mendukung pemerintah, kedua kementerian akan mewajibkan importir dan pedagang ikut investasi dalam budidaya bawang putih, sehingga secara berangsur-angsur impor dapat distop setelah petani dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata Mentan.

FROM 1998 until today, 90% of the garlic for the domestic market met by imported products from China and India, the dependence of free trade pushed local garlic prices out of competition, so that farmers are reluctant to plant garlic even though the land and seed are available.

"The domestic garlic trade is out of control, the government wants to reform, and there is no need to blame each other," Indonesian Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman said here in Cipinang Central Market on Saturday (May 13).

Similar opinion was said by Indonesian Trade Minister Enggartiasto Lukita  that market mechanisms make garlic prices more determined by demand and supply, prices soar as demand increases as in Ramadan and Eid.

"It also makes government difficult to control the price, because dependence on garlic import is very high, 90 percent in retail market from imports," Mr Lukita said.

They decided to regulate the garlic trading system as a side to the people, do not let people face the market interests that are controlled by importers and traders who freely set retail prices.

"Before the government intervenes, the price of imported garlic reaches 60 thousand rupiah per kilogram is very expensive for the people," Mr Lukita told the press.

Import Regulation
The government decided to intervene in the marketing of garlic that had been left free, prices soared as demand grows, especially during Ramadan and Eid.

"Today, I will sign the garlic trade regulation," Minister Sulaiman said.

In the regulation, importers can not import without limitation quota, and must get import recommendation from agriculture ministry before get garlic import permission of the trade ministry.

"Then distributors, sub distributors and agents must register, and then create a warehouse receipt and stock position list, so the government knows availability of supply and distribution to the retail market," Minister Lukita said.

According to him, the regulation is considered appropriate to facilitate the government to supervise and control the price, and the government has made an agreement with importers and traders about the highest retail price for the next two weeks 38,000 rupiah per kilogram.

"The ministries will require importers and traders to invest in the cultivation of garlic, so that gradually import can be stopped after farmers can meet domestic demand," Mr Sulaiman said.