Pangan Nasional Bertumpu pada Petani, Pelaku Utama Pembangunan Pertanian


Pangan Nasional Bertumpu pada Petani, Pelaku Utama Pembangunan Pertanian

 

SUWANDI
Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian RI


PRESIDEN RI Joko Widodo memuji para petani, karena berkontribusi besar pada pemenuhan pangan masyarakat selama ini. Apabila tidak ada petani yang bekerja keras di sawah dan ladang, maka masyarakat mau makan apa.

"Kita harus sayang kepada petani yang sudah bekerja keras," kata Presiden Jokowi saat membuka pelaksanaan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) XV di Banda Aceh, NAD pada 6 Mei lalu.

Komitmen kepala negara pada nasib petani pula yang mendasari Kementerian Pertanian RI (Kementan) yang bertekad mewujudkan target Indonesia menjadi ´lumbung pangan dunia 2045´ dan untuk mencapai misi tersebut, Kementan menempatkan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian nasional.

Kementan berperan mendorong partisipasi aktif petani untuk mencapai swasembada pangan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka dengan menempatkan swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan petani sebagai dua tujuan utama yang saling terkait.

Tujuan tersebut dicapai Kementan dengan melakukan pendekatan bottom-up planning, yang diawali dengan identifikasi kebutuhan dan problem yang dihadapi petani di lapangan sebagai bagian penting dalam perumusan kebijakan dan program pembangunan pertanian.

Menyikapi hal itu, kebijakan dan program yang dilaksanakan kementerian bertumpu pada kondisi lapangan dan melalui pendekatan kesisteman (system approach) sehingga dapat melakukan revisi regulasi yang dinilai menghambat dalam pengembangan infrastruktur, mekanisasi pertanian, perbaikan teknis produksi, pendampingan dan penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian, penanganan pasca panen, dan pengendalian harga adalah parameter pengungkit yang mendapat prioritas dalam penyusunan program terobosan sesuai kebutuhan lapangan.

Dalam upaya meningkatkan produktivitas pangan nasional, Kementan senantiasa mendorong berbagai inovasi di sektor pertanian. Pengembangan inovasi yang dikembangkan oleh Kementan memiliki syarat penting, yaitu memenuhi unsur pemenuhan kebutuhan petani sebagai pengguna inovasi dan pelaku utama pertanian secara spesifik lokasi.

Kementan melalui Badan Litbang Pertanian melakukan pengkajian dan penelitian untuk memastikan inovasi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan petani seperti varietas unggul, metode budidaya, danpenanganan hama.

Keberhasilan Indonesia meningkatkan produktivitas padi pada tiga tahun terakhir tidak bisa dilepaskan dari pengembangan inovasi yang bersumber dari identifikasi terhadap kebutuhan petani tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 disebutkan bahwa produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 75,55 juta ton. Angka ini meningkat 4,66% ketimbang tahun sebelumnya yang hanya mencapai 70,85 juta ton. Sementara produksi pada 2016 mencapai lebih dari 79 juta ton.

Peningkatan produtivitas beras adalah hasil dari inovasi yang dikembangkan Kementan dalam memecahkan permasalahan paceklik permanen yang terjadi karena luas tanam bulanan padi pada Juli sampai September yang hanya di kisaran 500.000 hingga 600.000 hektar. Kementan kemudian melakukan terobosan dengan menjaga luas tanam bulanan padi pada Juli – September minimal 900.000 hektar.

Untuk mendukung program peningkatan produktivitas padi, Kementan mengerahkan aparaturnya baik pejabat eselon satu dan eselon dua untuk terjun ke lapangan, didukung aparatur pada 30 Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP)  bekerja sama dengan dinas pertanian provinsi/kabupaten/kota, penyuluh pertanian, bintara pembina desa (Babinsa) di seluruh Indonesia untuk memantau luas tambah tanam (LTT) padi setiap hari. Selain kegiatan pemantauan LTT, aparatur BPTP juga turut mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani di lapangan.

Penelusuran data dan fakta di lapangan sangat penting sehingga seluruh pihak terkait dapat secara cepat menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi petani. Kalau pendekatan komunikasi dilakukan secara kombinasi bottom up planning dan top down policy, untuk mendukung langkah pencapaian swasembada pangan.

Peningkatan produktivitas pangan secara langsung berimbas kepada peningkatan kesejahteraan petani. Berdasarkan data yang dirilis BPS, gini rasio di pedesaan pada 2016 menurun  sebesar 0.007 dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) meningkat masing-masing 0,18 persen (101,7) dan 2,47 persen (109,8).

Dengan demikian, Kementan optimis kebijakan pembangunan pertanian yang dikembangkan saat ini dapat secara efektif  meningkatkan kesejahteraan petani dan juga mencapai Visi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. (Adv)

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis