Manusia, Alam, Sang Pencipta

Faham Ekosofi bagi Lingkungan Berkelanjutan


Manusia, Alam, Sang Pencipta

 

PROF. HADI SUKADI ALIKODRA
Pemerhati Lingkungan

 

MANUSIA semakin memahami dan menyadari bahwa kegiatan konservasi alam dan penyelamatan  lingkungan hidup merupakan unsur penting bagi keberlanjutan manusia dan pembangunan.

Alhamdulillah, di era digital 4.0 ini ditandai pula dengan semakin banyak terjadi pergeseran moral manusia  dari antroposentris ke moral ekosofi. Pertumbuhan moral dan kesadaran umat manusia di bidang konservasi, walaupun lambat memberikan prospek dan dampak yang sangat positif bagi upaya penyelamatan alam dan lingkungan hidup. Diharapkan dapat mengimbangi tekanan terhadap sumber daya alam [SDA] dan lingkungan hidup yang semakin tinggi. 

Paham Ekosofi atau ´moral cinta konservasi´ berkaitan erat dan sesuai pula dengan ajaran agama dan budaya bangsa yang bijak dalam memperlakukan alam. Karena itu, kualitas konservasi dan lingkungan hidup sangat erat tautannya dengan kualitas hubungan harmonis dan penghargaan terhadap sesama manusia, alam, dan penghargaan terhadap Tuhan Sang Pencipta.

Manusia diciptakan sebagai khalifah Allah, dan meyakini bahwa perjalanan karier siapa pun sudah digariskan sesuai kehendak Allah SWT. Allah juga menciptakan langit dan bumi beserta isinya, serta yang mengatur semua pergerakan isi jagat raya ini dengan sempurna menurut kehendak-Nya. Manusia berkewajiban untuk menjaga dari kerusakan.

Rahasia alam jagat raya yang luasnya tak terbatas berisi ciptaan dan ketentuan Allah yang tidak terhingga merupakan sumber pengetahuan dan ilmu, wajib dipelajari bagi keselamatan umat-Nya. Pengetahuan yang diperolehnya seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan iman dan takwa, serta upaya untuk menjaga keseimbangan alam dan aneka ragam isinya.

Ketika malam hari di langit yang gelap dengan jelas kita dapat menyaksikan beraneka bintang ciptaan Allah  SWT. Bintang- bintang tersebut menghiasi langit dengan aneka bentuk, letak, dengan cahayanya yang khas dan sangat menakjubkan. Menunjukkan kebesaran Allah yang menciptakan dan menguasai jagat raya, serta menggerakkannya sesuai fungsinya.

Demikian tak terhingganya dan banyaknya fenomena alam di bumi yang belum terungkap oleh ilmu   pengetahuan manusia. Berbagai fenomena alam pun telah menjadi dasar bagi berkembangnya ilmu  pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Bintang-bintang digunakan dalam praktik- praktik keagamaan, navigasi, dan bercocok tanam.

Hidup harus senantiasa memegang kautamaan pada keseimbangan yang selaras di antara manusia, alam, dan Allah SWT. Tentunya disertai pula dengan tidak henti-hentinya bersyukur, tunduk dan patuh menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta menghargai dan berusaha berbuat sebaik-baiknya dengan sesama mahluk ciptaan-Nya.

Para  tetua  kita, sebagai bagian dari masyarakat hukum adat Indonesia telah menerapkan konservasi   secara patuh sesuai budaya kearifan lokal yang dianut. Untuk menjamin kebutuhan hidup, mereka secara turun-temurun diwajibkan dan patuh untuk melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan secara arif sumber-sumber kekayaan alam seperti air, hutan, tumbuhan obat, satwaliar, dan sebagainya.

Oleh karenanya agar hidup bermakna maka dalam perjalanannya selalu berikhtiar agar bumi ini tetap kokoh, terpelihara dari kerusakan dan pencemaran. Agar supaya secara berkelanjutan dan mampu memberikan dukungan bagi kehidupan manusia. Pokok pikiran ini kemudian kita kenal sebagai strategi konservasi, yang sejak tahun 1970 di Eropa dikenal sebagai faham ekosofi, yang dianut oleh masyarakat hukum adat sebagai kearifan lokal.

Sebagai pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta, manusia mempunyai kewajiban memanfaatkan alam secara bertanggung jawab, yang seharusnya dilakukannya secara arif dan bijak. Memanfaatkannya dengan cara-cara sekecil mungkin merusak, dan berani pula untuk merombak serta meluruskan bahkan menyetop keputusan dan kebijakan yang merusak alam.

Alhamdulillah, setelah cukup waktu dan intensif mempelajari dinamika alam selama sembilan tahun. Walaupun sangat terbatas saya diberikan kemampuan dan hidayah memahami values konservasi yang ditunjukkan oleh Allah SWT dari alam ciptaan-Nya yang tidak terhingga luas dan cakupannya. Values ini berkembang menjadi dasar bagi upaya mencintai alam semesta.

Pengetahuan ini dikenal sebagai ekosofi yang menjadi dasar pembahasan makalah ini. Bagi paham ekosofi, values yang menjadi dasar kehidupan adalah amanah untuk menjalankan do and don’t. Walaupun dalam berbagai kesulitan manusia dengan akal pikirannya yang sehat hendaknya mampu melakukan pengendalian diri, menghadapi dan melawan dinamika kehidupan yang semakin sulit.

Alam mempunyai sifat-sifat keteraturan, disiplin, dan patuh atas kehendak pencipta-Nya. Sebaliknya manusia dengan akal pikirannya selalu ingin mendapatkan yang terbanyak dan berlebih dari alam. Semakin sulit menghadapi sifat-sifat manusia yang cenderung semakin egois dan menghalalkan segala cara hingga merusak alam. Manusia harus mampu merubah sikap dan perilakunya, demi keberlanjutan masa depan anak cucunya.

Apabila jika ingin selamat maka hendaknya organisasi konservasi masa depan mampu melakukan metafora, yaitu wajib mengikuti garis ketentuan Allah. Sebagaimana values yang ditunjukkan-Nya oleh berbagai fenomena alam ciptaan-Nya. Melalui sistem alam ciptaan-Nya, telah memberikan contoh-contoh hukum alam yang harus diikuti oleh umat manusia. Insya Allah melalui cara ini manusia akan diselamatkan dari berbagai bencana.

Banyak  manusia  yang  tersesat di jalan yang  digariskan oleh Tuhan Sang Pencipta. Kebanyakan di antara mereka lepas dari paham bersifat spiritualisme. Mereka hanya mengandalkan kepandaian intelektual yang dimilikinya dan sangat terbatas cakupannya. Mereka tergolong kaum yang tidak merasa perlu menghargai dan sikap hormat terhadap sesamanya. Cenderung merasa benar dan pintar sendiri serta sering kali menumbuhkan sifat diri yang egois, yang menjadi penghambat utama bagi keberhasilan konservasi.

 

Keterangan Foto: Prof Hadi Sukadi Alikodra [Foto: wwf.or.id]

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis