Perpadi Tuding Penggilingan Beras Besar di Jatim Abaikan Kebijakan Pangan Pemerintah

Indonesia Big Rice Milling Accused Ignore Government Food Policy

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Perpadi Tuding Penggilingan Beras Besar di Jatim Abaikan Kebijakan Pangan Pemerintah
Pabrik penggilingan beras besar milik pengusaha kakap (Foto: B2B/M. Achsan Atjo)

Jakarta (B2B) - Sekitar 80 ribu pekerja penggilingan padi kecil (PPK) di Jawa Timur terpaksa berhenti bekerja atau 40% dari  15.640 PPK apabila pekerja tiap PPK rata-rata berjumlah 10 orang karena kalah saing dengan penggilingan padi besar (PPB), maka Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) meminta pemerintah turun tangan mengatasi persoalan tersebut seraya berharap harga eceran tertinggi (HET) beras fleksibel menyesuaikan harga gabah di pasaran.

Ketua Perpadi Jatim, Hendra Tan mengatakan saat ini lebih dari 40% PPK di wilayahnya harus mati suri karena kalah bersaing dengan pengusaha PPB setelah sebagian besar petani cenderung menjual gabah ke PPB yang dibeli dengan harga tinggi, namun akibatnya fatal lantaran mempengaruhi harga beras di pasaran.

“Biasanya harga gabah di periode Februari - Juli tidak terlalu mahal dan cenderung stabil. Jadi pemilik penggilingan padi kecil mampu beli gabah. Pada saat itu penggilingan beras jarang membeli gabah sehingga hargah gabah jatuh dan petani melarat," kata Hendra seperti dilansir Humas Kementan.

Menurutnya, pasokan gabah secara umum terbatas pada Agustus sampai November tapi justru dijadikan para pengusaha PPB untuk meraih untung, caranya dengan membeli gabah petani dengan harga tinggi namun menghindar saat harga gabah anjlok pada Februari sampai Juli.

“Pengusaha besar swasta mampu beli gabah petani dengan harga tinggi, dan beras yang akan dijual tentunya menjadi mahal, dan para pemilik penggilingan padi kecil akhirnya mati suri karena modalnya kecil," katanya.

Perpadi, katanya, berharap pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, dan mengakui penetapan HET beras memang membantu menstabilkan harga, namun HET diharapkan lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah di pasaran.

Jakarta (B2B) - Tens of thousands of small rice mill workers in East Java province are currently forced to quit after losing out with big rice mills, it encourages the Indonesian Rice Milling Association or the Perpadi asked the government intervene to overcome it, and expect the highest retail price of rice more flexible with the unhusked grain price on the market, according to the chairman of ssociation.

Chairman of the Perpadi´s East Java, Hendra Tan said currently more than 40% of small rice mills have to die suspended for losing to compete with big rice mills, after most farmers tend to sell unhusked rice to big rice mills that are bought at high prices, after most farmers tend to sell grain to big rice mills that are bought at high prices, but the effects are fatal because as it pushes rice prices up.

"Usually the price of grain in the period February - July is not expensive and tend to be stable, while big rice mills are reluctant to buy grain so that prices fall and farmers getting poor," Hendra said.

According to him, the supply of unhusked rice is limited in August to November but big rice milling is even profitable.

"Big rice millers buy unhusked grain from farmers at high prices, but prices rice tend to rise making small mills rice is collapse," he said.

Mr Tan said the Perpadi hopes the government will intervene to resolve the issue, and expects the highest retail price of rice to more flexibly adjust the unhusked rice grain in the market.