Petani Maju sebagai Katalisator, Regenerasi dengan Pendekatan `Farmer to Farmer Extention`


Petani Maju sebagai Katalisator, Regenerasi dengan Pendekatan `Farmer to Farmer Extention`

 

Dr YOYON HARYANTO, SSt, MP


REGENERASI pelaku pertanian sangat penting dilakukan. Data menunjukkan bahwa jumlah petani muda lebih rendah ketimbang petani usia lanjut. Dalam 10 tahun terjadi penurunan hampir 15% rumah tangga petani yang bergelut di sektor pertanian, merujuk dari hasil Sensus Pertanian 2013 yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS).

Analisis terhadap data BPS apabila tidak disikapi serius maka jumlah petani di Indonesia akan terus melorot, ditambah minat generasi muda beraktivitas di bidang pertanian tergolong rendah.

Hasil penelitian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) pada 2015 mengungkap tentang minat generasi muda namun juga minat orang tua terhadap anaknya untuk beraktivitas di bidang pertanian, yang ternyata hasilnya juga mengisyaratkan relatif rendah.

Berbagai pendekatan regenerasi pelaku pembangunan pertanian telah dilakukan dan diterapkan di banyak negara, mulai dari pendekatan adaptif dan partisipatif hingga adoptif. Namun tetap belum berhasil mengimbangi laju migrasi yang bertambah tinggi, serta tidak mampu meningkatkan minat dan penilaian generasi muda terhadap sektor pertanian dan pedesaan. Implikasinya, sektor pertanian tetap sulit berkembang karena tidak ditunjang kecukupan sumberdaya manusia yang muda, modern, berkualitas dan berdaya saing.

Hasil deduksi Setiawan (2015) mengidentifikasi bahwa fenomena seperti itu umum terjadi di negara-negara transisi yang sedang menuju kemajuan. Paradoks dengan negara-negara pada umumnya, China, India, Taiwan dan Korea Selatan justru sukses melakukan regenerasi pelaku pertanian dalam kondisi transisi. Negara-negara tersebut melakukan regenerasi melalui upaya inovatif, dengan menerapkan pendekatan brain gain.

Secara konseptual, berdasarkan hasil-hasil penelitian brain gain adalah kembalinya tenaga-tenaga muda (sumberdaya manusia) berkualitas (berpendidikan, inovatif, kreatif dan berkeahlian) dari luar negeri ke dalam negeri (brain gain internasional) dan dari perkotaan ke pedesaan/ke kampung halaman atau daerah asal mereka (brain gain internal) untuk kemudian berkreasi, bekerja dan berwirausaha dalam bidang (on-farm, up-stream, down-stream, supporting system dan ecosystem) agribisnis di pedesaan, baik dalam bidang pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan maupun kehutanan.

Namun pola-pola brain gain tersebut tidak berjalan baik apabila tidak didukung dan adanya katalisator yang memberikan contoh sukses mengelola pertanian di pedesaan dengan baik. Hasil penelitian Haryanto (2018) menunjukkan salah satu katalisator yang dapat menjadi pemicu brain gain di perdesaan adalah melalui tokoh petani maju. Anwarudin et al. (2016) juga menginformasikan bahwa tokoh petani maju dapat menjadi contoh dan memberi motivasi kepada petani muda dan pemuda untuk bekerja di sektor pertanian.

Informasi ini menjadi rujukan bahwa tokoh petani maju selain dapat menjalankan peran sebagai agen perubahan, juga mampu menggerakkan generasi muda untuk tertarik bekerja di sektor pertanian. Harus diakui, penyuluhan yang diselenggarakan oleh sesama petani (farmer to farmer extension) berpotensi untuk menyebarkan inovasi secara baik dengan hemat biaya dan umumnya berkelanjutan melampaui masa hidup proyek (Lukuyu et al. 2012).

PETANI maju sebagai salah satu katalisator perubahan di pedesaan hadir karena sulitnya menjangkau seluruh petani sekaligus, maka dibutuhkan bantuan petani-petani maju sebagai komunikator. Selain sebagai pembantu penyuluh, petani maju umumnya juga menjadi pelaku aktif dalam konsep metode belajar dari petani ke petani. Secara konseptual pendekatan ini diyakini bisa lebih efektif.

Saat ini petani maju yang terlabel sebagai penyuluh swadaya bisa berperan aktif, karena memiliki kontrol terhadap kehidupan komunitasnya, berperan aktif di masyarakat masyarakat, serta lebih terlibat dalam pembangunan (Haryanto 2018).

Dari tujuh karakteristik tipologi partisipasi (Pretty 1995), keberadaan tokoh lokal akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, dimana masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan, dan masyarakat berperan mengontrol pelaksanaan keputusan yang diambil, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

Kehadiran tokoh lokal yang kuat dapat menghindarkan partisipasi manipulatif, menuju  partisipasi mandiri demokratis (Arnstein 1969). Dalam konteks ini, petani maju dapat menjadi tokoh tersebut. Inilah posisi unik petani maju yang terlabel sebagai penyuluh swadaya, karena dia adalah bagian dari komunitas petani itu sendiri. 

Kriteria penyuluh swadaya (petani maju) yang mampu menjadi motivator generasi muda tertarik pada sektor pertanian adalah petani muda, ketua kelompok tani atau tokoh petani yang memiliki kemampuan teknis lebih baik dari petani lainnya karena berpendidikan, memiliki posisi di kelompok masyarakat dengan tingkat kosmopolitan yang baik, memiliki sifat altruisme yang didukung oleh modal sosial masyarakat, serta berjiwa pembelajar.

BERBEDA dengan generasi sebelumnya, generasi muda yang tumbuh saat ini berada dalam iklim teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih identik dengan generasi C, yakni connected, convergence, collaboration, creative dan contextual. Tapscott (2009) menyebutnya generasi internet atau generasi digital.

Sebuah generasi yang menurut Supangkat (2010) memiliki karakteristik kreatif dan tanggap terhadap hal-hal baru, serta tumbuh sebagai bagian dari inovasi yang semakin berkembang cepat dan terus menerus. Generasi yang melek internet, yang secara natural peka dan begitu adaptif merespon aktivitas yang bersifat kolaboratif, yang menyadari pentingnya relasi. Generasi yang mengasosiasikan diri dan bergabung dalam komunitas, merekomendasikan hal baru kepada sesama, mendiskusikan dan mengemukakan pendapatnya dengan percaya diri dan lugas.

Generasi internet lebih cerdas, gesit dan toleran terhadap keberagaman. Mereka berkultur pemberdayaan, sangat peduli keadilan dan masalah sosial, serta melibatkan diri dalam kegiatan komunitas.

Generasi muda era ini perlu bukti dan contoh untuk mau, berminat dan tertarik bekerja di sektor pertanian. Kehadiran petani maju yang merepresentatifkan petani masa kini berjiwa muda, akses pasar relatif baik dan wirausahawan berhasil menjadi pemikat agar generasi milenial ini mau berdaya saing dan berdaya sanding pada bidang pertanian. 

PENYULUH swadaya lebih unggul melaksanakan perannya sebagai agen perubahan di pedesaan karena bagian dari komunitasnya dan lebih dipercaya oleh sesama petani. Penyuluh swadaya umumnya memiliki kesempatan belajar lebih awal dalam memahami dan menerapkan suatu inovasi teknologi, dibandingkan dengan petani lainnya. Hal ini karena penyuluh swadaya memiliki akses dan informasi cukup luas. Keunggulan ini seharusnya menjadi modal meningkatkan kapasitasnya agar dapat membantu petani di komunitasnya.

Berdasarkan hasil penelitian Haryanto (2018) Penyuluh swadaya mampu meningkatkan efektivitas penyuluhan karena berasal dari komunitasnya sehingga memahami persoalan petani, memiliki intensitas interaksi yang bersifat mitra dan keberlanjutan, dan penyuluh swadaya umumnya petani berhasil dan maju sehingga memungkinkan untuk terus dikembangkan potensinya oleh pemerintah agar dapat memajukan juga petani di sekitarnya. 

Kecenderungan keberhasilan diseminasi inovasi oleh penyuluh swadaya bagi komunitasnya cukup tinggi terutama apabila menjadi pelatih bagi petani (Lukuyu et al. 2012; Kiptot et al. 2014). Penyuluh swadaya tidak tergantung terhadap imbalan dan dana pemerintah dalam melaksanakan pelatihan (Lukuyu et al. 2012), namun mereka memperoleh dana dari hasil penjualan usaha kelompoknya dan bisnisnya sendiri (Kiptot et al. 2014)


KEBIJAKAN pemerintah yang masih memaknai dan membedakan penyuluh secara diametral (antara penyuluh pemerintah, swasta dan swadaya), dalam praktIknya ketiga jenis penyuluh ini saling konvergen satu sama lain dalam diri penyuluh swadaya, sehingga perlu disusun kewenangan peran yang lebih jelas oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian tentang pembagian peran antara penyuluh pemerintah dengan penyuluh swadaya. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa penyuluh swadaya mampu berperan sebagai penyuluh pemerintah yaitu dapat menyampaikan inovasi, informasi dan program pemerintah sekaligus dapat menjadi penyuluh swasta karena mampu berperan sebagai mitra pemasaran yang saling menguntungkan.

Langkah pertama, melibatkan petani maju sebagai penyuluh swadaya sebagai pendamping utama program sehingga menempatkannya bukan lagi sebagai pembantu penyuluh tetapi memang sebagai tokoh utama dalam penyuluhan untuk komunitasnya (petani) dan menjadi pendorong contoh generasi muda tertarik pada sektor pertanian. Kedua, melakukan pendidikan dan pelatihan secara simultan oleh lembaga diklat pertanian terkait dengan metodologi penyuluhan, yang selama ini belum tergarap dengan baik. Ketiga, memberikan kesempatan petani maju untuk mengikuti seminar, workshop dan magang seperti halnya penyuluh pemerintah yang biayanya ditanggung oleh pemerintah.

Keempat, meningkatkan kemampuan memotivasi dan menggerakkan organisasi petani melalui pelibatan lembaga penyuluhan kabupaten dalam penyusunan perencanaan dan pengembangan pendidikan, pelatihan penyuluh pertanian swadaya. Kelima, memberikan alokasi pembiayaan untuk kegiatan pengujian adaptasi teknologi pertanian di lokasi usahatani petani agar petani maju dan petani lainnya sama-sama belajar secara swadaya dengan petani maju sebagai fasilitatornya.

Keterlibatan petani maju juga belum terlihat dalam pengembangan pos penyuluhan desa. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian perlu melibatkan petani maju yang terlabel sebagai penyuluh swadaya mengembangkan kelembagaan penyuluhan tingkat desa yang selama ini belum tergarap dengan baik. Penyuluh swadaya masih berkutat dalam pengembangan kelembagaan Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) yang umumnya digerakkan dan diorganisasi secara mandiri oleh penyuluh swadaya dan petani di komunitasnya karena keinginan belajar dan berbagi ilmu satu sama lainnya.

MEWUJUDKAN upaya regenerasi yang tepat, menjadi keharusan semua pihak. Pihak-pihak dimaksud adalah pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Ketiga komponen bangsa ini seharusnya melakukan upaya sistematis untuk memfasilitasi terintegrasinya rencana, implementasi, dan evaluasi dalam memberdayakan sumberdaya manusia pertanian khususnya pola regenerasi yang dikembangkan. Optimalisasi peran petani maju sebagai penyuluh swadaya mendorong percepatan regenerasi petani menjadi salah satu solusi dalam menyusun roadmap pengembangan agropreneur muda.

Petani maju sebagai penyuluh swadaya memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dalam memberikan contoh dan mendorong para pemuda tani mencintai pekerjaan di sektor pertanian sehingga anggapan akan bekerja di sektor pertanian suram dapat terkikis. Tokoh petani maju memiliki potensi kapasitas yang baik dalam pemberdayaan sesama petani. Hal tersebut teridentifikasi dari kemampuannya sebagai penyuluh swadaya dalam hal pendamping teknis, diseminasi inovasi yang sesuai kebutuhan petani, memberikan pelatihan kepada petani mitranya, menjadi pemimpin informal, dan memelihara kearifan lokal. Hal ini dapat menjadi modal dasar sebagai penyuluh di perdesaan.

Petani maju sebagai penyuluh swadaya juga memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Hal ini karena tokoh petani maju sebagai penyuluh swadaya mempunyai daya saring yang tinggi dalam menetapkan pilihan tindakan terbaik bagi kegiatan pemberdayaan petani, memiliki inisiatif dan kemauan bekerja optimal dalam kondisi lokal dan berorientasi pasar (daya saing), dan mampu bekerjasama dalam kemitraan (daya sanding).



Disarikan dari orasi ilmiah penulis pada Wisuda dan Penganugerahan Ijazah Sarjana Sains Terapan ke-15 tahun 2018 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian - STPP Bogor, 29 Agustus 2018.

Penulis menjabat Kepala Subbidang Pemberdayaan Kelembagaan Petani - Bidang Penyelenggaraan Penyuluhan, Pusat Penyuluhan Pertanian BPPSDMP Kementerian Pertanian RI.

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis