Cukong Penggilingan Abai Derita Petani dan Jeritan Konsumen


Cukong Penggilingan Abai Derita Petani dan Jeritan Konsumen

 

ANDI NUR ALAM SYAH
Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian Badan Litbang Kementan

NIHILNYA peran pemerintah dalam sektor pangan akan berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Sementara pengusaha kakap akan lebih leluasa menjual produknya dengan harga tinggi, tanpa memedulikan nasib petani selaku produsen dan masyarakat sebagai konsumen.

Pengusaha kakap akan mengendalikan pangan pokok rakyat yang terjadi ketika mereka bersatu dan menjadi kartel. Terlebih berdasarkan fakta yang terjadi sampai saat ini, petani tidak pernah menikmati ´laba selangit´ hingga 300% yang diraup oleh perusahaan-perusahaan besar, tanpa harus bekerja keras, hanya mengandalkan modal besar dan kontrol pasar. Petani tetap miskin, dan konsumen tercekik lehernya.

Itulah dampak dari harga gabah yang dibeli pengusaha di atas acuan pemerintah, tidak berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani.

Bukti konkrit seperti dialami Mashuri, petani dari Desa Karangtengah di Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, yang sejak terbit matahari hingga terbenam di ufuk barat harus bekerja nonstop selama 120 hari di lahan sawah miliknya dengan harapan hasil panen padinya melimpah untuk menafkahi keluarga.

Mashuri harus siap menghadapi berbagai ancaman seperti serangan hama dan kekeringan hingga gagal panen. Derita petani seperti Mashuri tidak banyak diketahui konsumen, yang hanya mahfum bahwa padi berubah menjadi beras, tanpa peduli bagaimana kerja keras petani berjuang di tengah sawah demi memenuhi kebutuhan pangan konsumen, sementara apabila harga turun drastis, petani harus menderita.

Konsumen juga menjadi pihak yang dirugikan oleh ulah perusahaan yang memperdagangkan beras dengan harga sesuka hati demi keuntungan besar. Tanpa peduli pada kemampuan konsumen, yang tidak semuanya berkantong tebal padahal mayoritas rakyat Indonesia mengonsumsi beras sebagai asupan pokok dan sumber karbohidrat utama.

Kementerian Pertanian RI terus berupaya mewujudkan harga pangan yang stabil, yang menguntungkan petani dan tidak membebani konsumen. Pemerintah menyadari urgensi dan peranannya di sektor pangan, antara lain dengan membentuk Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) dengan tugas utama menindak tegas pengusaha yang sekadar mengejar untung tanpa peduli pada nasib petani dan kebutuhan konsumen.

Dua pokok masalah ini menjadi kunci pemerintah hadir di tengah petani, dan penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, Jawa Barat pada 21 Juli lalu adalah contoh konkrit kehadiran pemerintah untuk petani dan konsumen.

Pemerintah hadir untuk mewujudkan keadilan di sektor pangan dengan menjaga kepastian pasokan dan harga, dengan peraturan perundang-undangan antara lain Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 untuk penetapan dan penyimpanan bahan pokok utama.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) juga mengatur harga acuan bawah untuk melindungi petani dan harga acuan atas untuk melindungi konsumen. Pemerintah menjaga dua rantai ini dari pihak ketiga atau middleman.

Tak sekadar itu, guna menjaga produksi pangan agar mencukupi kebutuhan rakyat tanpa harus bergantung pada produk impor, pemerintah menggelontorkan dana bantuan hingga triliunan rupiah terhadap petani, baik langsung maupun tidak langsung, melalui berbagai skema antara lain subsidi input berupa benih Rp1,3 triliun dan pupuk Rp31,2 triliun, misalnya.

Belum lagi perbaikan maupun pembangunan sarana prasarana infrastruktur penunjang dan pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) hingga triliunan rupiah setiap tahun.

Jika skema ini berjalan baik, stabilitas pangan nasional akan tetap terjaga, namun ada saja pihak yang berupaya mengganggu stabilitas pangan nasional. Tiba-tiba para pengusaha membeli semua hasil produksi tadi dengan harga sedikit lebih tinggi dari Bulog tanpa modal produksi apapun. Lalu mengemas dan menjual berasnya ke kalangan menengah atas. Pada posisi ini, petani senang karena dapat untung sedikit lebih besar, tapi mereka tidak paham bahwa di situ ada pihak yang dirugikan.

Praktik bisnis yang dijalankan oleh PT IBU merupakan potret bisnis yang mencari keuntungan besar tanpa keringat di antara dua derita yang dialami petani selaku produsen dan rakyat selaku konsumen. Padahal, kedua pihak ini merupakan tanggung jawab penuh negara agar sama-sama mendapatkan keuntungan yang beradilan, petani untung dan kebutuhan rakyat terpenuhi dengan harga terjangkau.

Disparitas harga yang dilakukan oleh pengusaha besar seperti PT IBU sangat disesalkan karena dilakukan oleh anak bangsa. Mereka tidak terketuk hatinya melihat derita petani dan jeritan konsumen.

Harap diingat, di dalam setiap butir beras yang dihasilkan petani ada subsidi yang disediakan pemerintah, maksudnya agar harga jual yang diterima petani tetap menguntungkan dan mampu menopang kesejahteraan keluarganya, konsumen membeli beras dengan harga yang wajar.

Apabila praktik PT IBU dibiarkan berlangsung maka perusahaan sejenis akan berlomba-lomba melakukan hal yang sama, diawali dengan membentuk asosiasi dan mengarah ke praktik kartel untuk mengontrol harga beras di negeri ini. Kalau itu terjadi, cukong-cukong penggilingan beras akan mengendalikan pangan pokok rakyat, dan pemerintah seharusnya hadir melaksanakan kewajiban sebagai regulator untuk memastikan pasokan beras memenuhi kebutuhan seluruh rakyat dengan harga terjangkau.

Jangan sampai harga beras ingin naik kelas lantaran ulah cukong-cukong penggilingan yang cuma ingin kejar laba setinggi langit ... mengecoh logika awam.

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis