Ratu Atut Chosiyah jadi Berita Utama di Mancanegara

Ratu Atut Chosiyah Made Headlines in Abroad

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Ratu Atut Chosiyah jadi Berita Utama di Mancanegara
Ekspresi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah keluar dari gedung KPK menuju mobil tahanan hingga tiba di Rutan Pondok Bambu (Foto2: viva.co.id & tribunnews.com)

KABAR tentang penetapan tersangka dan penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah ternyata menarik perhatian media asing yang menurunkan beritanya sebagai berita utama seperti dilansir The Malaysian Insider dan AsiaOne.

Lembaga anti-korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan gubernur provinsi terkemuka sebagai tersangka baru dalam serangkaian  kasus korupsi yang mengikis kepercayaan publik terhadap koalisi partai politik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lebih setengah dari 539 kepala daerah di Indonesia sekarang sedang diselidiki dalam kasus korupsi, membantu menjaga perekonomian Indonesia, sebagai yang terbesar di Asia Tenggara dalam daftar teratas negara yang paling korup.

Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Provinsi Banten, kepala daerah di ujung barat pulau Jawa dan berbagi perbatasan dengan ibukota, Jakarta, diduga terlibat dalam dua kasus korupsi, termasuk menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, yang kini sudah ditahan oleh KPK.

"Gubernur Banten secara resmi menjadi tersangka dalam kasus suap yang melibatkan ketua Mahkamah Konstitusi terkait kasus sengketa Pilkada di Banten," kata Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada wartawan seperti dilansir The Malaysian Insider.

"Dia juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan alat-alat kesehatan medis di Banten."

Juru bicara Ratu Atut Chosiyah dan keluarganya mengatakan mereka terkejut dan menyesalkan keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka.

"Dia mendukung upaya penyelidikan KPK dan hal itu menunjukkan bahwa dia tidak terlibat dalam korupsi apapun," kata juru bicara Nur Ikhsan melalui pesan teks.

"Keluarga Atut meyakini penyelidikan kasus ini, akan semakin membuktikan bahwa dia tidak bersalah."

Penangkapan besar-besaran tahun ini oleh KPK meliputi kepala regulator energi Rudi Rubiandini dan mantan menteri olahraga yang juga pembantu dekat Presiden Yudhoyono, Andi Mallarangeng.

Mantan menteri Andi Mallarangeng dituduh terlibat dalam kasus korupsi jutaan dolar yang telah menjerat beberapa anggota senior lainnya dari partai berkuasa yang dipimpin SBY, yang popularitas partainya terus melorot menjelang pemilihan umum tahun depan.

Yudhoyono, yang kini menjelang akhir masa jabatan lima tahun kedua dan terakhir, mendukung upaya pemberantasan korupsi dalam pemilihan presiden Indonesia pertama secara langsung pada 2004.

Tapi peringkat Indonesia 114 dari 177 negara dalam indeks korupsi tahunan terbaru Transparency International tidak berubah dari tahun sebelumnya, yang memasukkan Indonesia setara dengan Mesir dan Ethiopia.

Kasus terhadap Chosiyah merupakan dampak dari penerapan otonomi daerah melalui sistem politik desentralisasi di Indonesia yang tergolong baru dalam menerapkan sistem pemerintahan demokrasi.

Sebagai gubernur wanita pertama Indonesia dan anggota terkemuka dari partai politik terbesar kedua, Golkar, Chosiyah juga kepala dinasti politik yang telah lama memegang kekuasaan di provinsi Banten, di mana sekitar enam anggota keluarganya menempati posisi penting di pemerintahan daerah di Banten.

Pengawasan publik dari cengkraman kekuasaan keluarga di wilayah yang sebagian besar miskin diungkapkan oleh media massa dengan merinci jumlah kekayaan keluarga Atut Chosiyah - termasuk rumah-rumah, sejumlah mobil mewah, dan kebiasaan belanja di luar negeri.

Penyelidikan korupsi ke dalam keluarga Chosiyah dimulai dengan penangkapan adiknya, Tubagus Wardhana, sehubungan dengan kecurangan pemilu. Penyelidikan berikutnya terhadap istri Tubagus Wardhana, walikota sebuah kota di Banten, dan Gubernur sendiri, yang mengancam untuk kekuasaan dinasti selama lebih dari satu dekade.

"Banten sebagai provinsi telah menderita karena tata kelola yang buruk," kata Agus Sunaryanto dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

INDONESIA`S anti-graft agency named a prominent provincial governor a suspect today in the latest in a series of high-profile corruption cases that have eroded public trust in President Susilo Bambang Yudhoyono´s ruling coalition.

Over half of Indonesia´s 539 regional leaders are now under investigation for graft corruption, helping keep Southeast Asia´s biggest economy near the top of the list of the world´s most corrupt.

Ratu Atut Chosiyah, governor of Banten province, on the western tip of the island of Java and sharing a border with the capital, Jakarta, is suspected of being involved in two corruption cases, including bribing a top judge, who is already under arrest over graft.

"The governor of Banten is officially a suspect in a bribery case involving the Constitutional Court chief justice and election rigging in... Banten," Abraham Samad, head of the Corruption Eradication Commission (KPK) told reporters.

"She is also declared a suspect in a case involving the procurement of medical equipment in Banten."

A spokesman for Chosiyah and her family said they were surprised and regretted the decision to name her a suspect.

"She has cooperated fully with the KPK investigation and everything shows that she is not involved in any corruption," spokesman Nur Ikhsan said via text message.

"The family believes the more the case is investigated, the more innocent she will look."

The agency´s major arrests this year include the head of the energy regulator and a former sports minister and close aide of President Yudhoyono.

The former minister is accused of involvement in a multi-million dollar corruption case that has ensnared several other senior members of Yudhoyono´s ruling party, whose popularity has been tumbling ahead of next year´s general election.

Yudhoyono, coming to the end of a second and final five-year term, swept to power largely on an anti-graft platform in Indonesia´s first direct presidential election in 2004.

But the country´s rank of 114 out of 177 in Transparency International´s latest annual corruption index has not changed from the previous year, putting it in the same company as Egypt and Ethiopia.

The case against Chosiyah has also exposed the impunity some regional leaders enjoy in the young democracy´s decentralised political system.

As Indonesia´s first female governor and a prominent member of the second biggest political party, Golkar, Chosiyah is also the head of a political dynasty that has long held sway in Banten province, where some six members of her family occupy senior government posts.

Public scrutiny of the family´s stranglehold on the largely impoverished region mounted as details emerged in the media of their massive wealth - including mansions, a fleet of luxury cars, and overseas shopping sprees.

The graft investigation into Chosiyah´s family started with the arrest of her brother, Tubagus Wardhana, in connection with election rigging. A subsequent investigation named his wife, the mayor of a city in Banten, and the governor herself, threatening to bring down a family empire that has been in place for more than a decade.

"Banten as a province has suffered because of the poor governance," said Agus Sunaryanto of Indonesia Corruption Watch.