Anas Diperiksa KPK Sebagai Tersangka Dugaan Terima Hadiah

Indonesia Anti-graft Body Questions Urbaningrum as Suspect in Bribery Case

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Anas Diperiksa KPK Sebagai Tersangka Dugaan Terima Hadiah
Mimik Anas Urbaningrum setelah keluar dari gedung KPK dilempar oleh seseorang yang tidak dikenal (Foto: atjehlink.com)

Jakarta (B2B) - Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

Anas yang telah ditahan di rumah tahanan KPK sejak 10 Januari.

Ketika tiba di gedung KPK, Anas tidak berkomentar mengenai kasusnya, namun hanya berbicara sedikit mengenai somasi yang diajukan oleh kuasa hukum keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada aktivis Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono.

"Memang ada somasi? Saya belum tahu persisnya, kalau yang lama saya pernah tahu Pak Sri Mulyono disomasi, tapi saya kira tidak ada urgensinya somasi itu, masa rakyat disomasi pemimpin?" kata Anas di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Dalam pemeriksaan kali ini, Anas juga didampingi oleh tim pengacaranya, Adnan Buyung Nasution dan Firman Wijaya.

"Keberatan saya adalah kalau diperiksa untuk Hambalang boleh, tapi kalau dan lain-lain sebutkan yang lain-lain itu apa, jadi kita tahu perkembangannya bagaimana, bagi saya ini sangat prinsipil, setiap warga negara dipanggil karena apa. Kalau tidak, itu sudah melanggar hukum," ungkap Adnan Buyung.

Sedangkan Firman Wijaya mengatakan bahwa Anas pernah mengatakan mengenai harapannya agar Presiden SBY mengantarkan anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas ke KPK agar juga diperiksa dalam kasus yang sama.

"Dia (Anas) sempat mengatakan kalau dia jadi SBY, berharap malah mengantar Ibas ke KPK, supaya clear dari persoalan-persoalan yang sangat spekulatif, Anas minta tidak ada special treatment, jangan ada upaya menghalangi seseorang yang mau bersaksi dalam pemberantasan korupsi, siapapun itu," ungkap Firman.

Ibas yang pada saat kongres pemilihan ketua umum Partai Demokrat di Bandung 2010 menjabat sebagai "steering committee" (panitia pengarah) disebut oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group (perusahaan milik Nazaruddin), menerima US$200 ribu dari perusahaan tersebut untuk keperluan Kongres Partai Demokrat.

Sudah banyak pengurus partai Demokrat baik di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) maupun panitia kongres yang dipanggil KPK dalam kasus tersebut, tapi nama Ibas belum pernah dipanggil.

Hari ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan anggota DPR RI Komisi VII Bidang Energi Asfihani dalam kasus yang sama.

Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain memabyar hotel dan membeli ponsel "blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.

Jakarta (B2B) - Indonesian Corruption Eradication Commission (KPK) reinterrogated former ruling party general chairman Anas Urbaningrum here on Wednesday, for his alleged involvement in a bribery case linked to the Hambalang sports complex development and other projects.

Urbaningrum has been held at the KPK detention center since January 10.

On his arrival at the at KPK building for reinterrogation, Urbaningrum refused to comment on his case, but instead spoke about a legal notice that President Susilo Bambang Yudhoyonos lawyer filed against Sri Mulyono, an activist of the Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), a new organization set up by Anas.

"I think the notice has no urgency. Is it appropriate for a ruler to submit a legal notice to the people he leads," he stated.

On this occasion, Urbaningrum was accompanied by lawyers Adnan Buyung Nasution and Firman Wijaya.

"It is acceptable for me to be questioned about Hambalang, but not for other projects. What other projects are they referring to? Tell me so that we know what they are. To me this is a principle thing. A citizen who is summoned must know the reason behind it, otherwise it is a violation of the law," he emphasized.

On the occasion, Firman Wijaya remarked that Urbaningrum had once expressed hope that the president will ask the KPK to summon Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas for questioning in regard to the same case.

"He (Urbaningrum) once said that if he were SBY, he would even take Ibas himself to KPK, so that all speculations can be cleared. Anas has opposed any form of special treatment. Any person keen on testifying in order to eradicate corruption should not prevented," he noted.

Ibas was a member of the steering committee during the Democratic Partys congress to elect its new general chairman in Bandung in 2010, which finally appointed Anas.

The former deputy financial director of PT Permai Group alleged that Ibas had received US$200 thousand from the company in order to meet the needs of the congress.

PT Permai Group is owned by Nazaruddin, the former treasurer of the Democratic Party, which was founded among others by President Susilo Bambang Yudhoyono.

Nazaruddin is now behind bars after being convicted in a corruption case.

Many board members of the party have so far been summoned by the KPK in connection with the Hambalang case, except Ibas, who is currently the partys secretary general. Even former sports minister Andi Mallarangeng has been detained in connection with the same case.

Today, the KPK is also scheduled to question a parliamentary member over the case.

Urbaningrum was named suspect on February 22, 2012, for allegedly violating articles in the corruption law, which carries a maximum sentence of life imprisonment or a minimum four-year imprisonment and a fine between Rp200 million and Rp1 billion.

In the indictment of former head of financial and household bureau of the ministry of sport Deddy Kusdinar as an official, who made a commitment in the Hambalang project, mentioned that Anas received Rp2.21 billion from the project to help finance his bid to win the chairmanship of the Democratic Party in the congress in Bandung.

The money was handed over to Anas in stages between April 19, 2010 and December 6, 2010, in order to meet the congress needs such as paying hotel bills and car rentals and buying Blackberry smartphones for the congress participants that supported and entertained them.