Wiranto Jabat Menko Polhukam Tuai Kecaman dari Aktivis HAM
Indonesia Names Controversial Ex-general as Security Minister
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
SEORANG mantan panglima militer kontroversial yang dituding melakukan kekejaman di Timor Timur telah ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) pada Rabu, dan kalangan aktivis menyebutnya langkah mundur Indonesia dalam penegakan hak asasi manusia.
Wiranto, ditunjuk pada pos penting dalam reshuffle kabinet, termasuk di antaranya petinggi militer senior Indonesia yang didakwa oleh jaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas pelanggaran hak asasi manusia selama 24 tahun integrasi Timor Timur dengan Indonesia.
Sekitar 100.000 orang diperkirakan tewas, terutama oleh pasukan Indonesia dan pendukungnya, atau tewas karena kelaparan dan penyakit selama bergabung dengan Indonesia, yang terjadi selama pemerintahan tiga dekade dari diktator Soeharto.
Namun pasar bersorak atas penunjukan Sri Mulyani Indrawati, kini menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia, untuk menempati jabatan menteri keuangan - enam tahun setelah ia mengundurkan diri dari pekerjaan yang sama setelah mendapat serangan dari kekuatan konservatif pada pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Penunjukan Wiranto menuai kekecewaan di kalangan aktivis HAM. Presiden Joko Widodo, yang mengambil alih kekuasaan pada 2014, adalah pemimpin pertama Indonesia yang berasal dari luar elit politik dan militer dan diharapkan pengaruh petinggi militer senior akan berkurang di bawah kepemimpinannya.
"Ini adalah kemunduran," Andreas Harsono, peneliti untuk Human Rights Watch, mengatakan kepada AFP. "Pesan yang ingin disampaikan bahwa Jokowi tidak lagi progresif seperti sebelumnya dalam melaksanakan agenda HAM."
Presiden Jokowi dinilai cenderung berusaha untuk menyeimbangkan koalisi partai, kata Keith Loveard, pengamat risiko senior dari Concord Consulting di Jakarta.
Partai Hanura yang didirikan Wiranto, mitra koalisi, kehilangan dua menteri lainnya di kabinet, dari 13 orang yang masuk kabinet Jokowi dan merupakan perombakan kabinet kedua pada pemerintahan Jokowi.
Peristiwa Berdarah
Wiranto, seperti kebanyakan orang Indonesia hanya memiliki satu nama, adalah Panglima ABRI (kini TNI) ketika tentara dan melakukan operasi militer di Timor Timur sebelum dilakukan referendum untuk menentukan masa depan sendiri dengan berpisah dari Indonesia pada Agustus 1999. Timor Timur kemudian secara resmi berdiri sebagai negara merdeka pada 2002.
Wiranto menyanggah dakwaan bersalah dan tidak pernah menghadapi sidang pengadilan.
Dia menggantikan Luhut Panjaitan dalam peran kunci sebagai Menko Polhukam, mengawasi lima kementerian termasuk luar negeri, dalam negeri dan pertahanan.
Para pengamat politik memperkirakan Luhut B Panjaitan menimbulkan kekhawatiran di kalangan elit militer dan kelompok-kelompok Islam dengan mengambil langkah-langkah belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyelidiki pemberantasan komunis dan para pendukungnya pada 1965.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai penunjukan
Wiranto, karena dia dinilai 'teruji dan berpengalaman'. Dia sebelumnya menjabat posisi menteri pertahanan dan keamanan (Menhankam).
Meskipun sejumlah tuduhan mengarah pada dirinya, Wiranto berhasil mempertahankan posisi penting dalam kehidupan masyarakat. Dia menjadi calon presiden dalam dua pemilu dan pada 2009 maju Pilpres sebagai calon wakil presiden dari calon presiden Jusuf Kalla, wakil presiden saat ini.
Penunjukan Wiranto dituding sebagai langkah kontroversial Jokowi menunjuk Wiranto sebagai Menko Polhukam. Jokowi juga menghadapi kritik atas penunjukan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu sebagai menteri pertahanan.
Luhut Panjaitan pindah ke jabatan Menko Maritim, yang juga posisi penting pada saat Indonesia terlibat dalam perselisihan dengan China atas Laut China Selatan.
Sri Mulyani sebelumnya menjabat menteri keuangan pada 2005-10 dan diapresiasi atas komitmennya memberantas korupsi dan mengendalikan perekonomian Indonesia. Namun akhirnya dia mengundurkan diri setelah menghadapi serangan atas bailout Bank Century.
Pasar saham Jakarta naik 1,2 persen menyusul berita kembalinya Sri Mulyani Indrawati, seperti dikutip AFP yang dilansir MailOnline.
A CONTROVERSIAL former military chief accused of atrocities during Indonesia's brutal occupation of East Timor was appointed top security minister Wednesday, with activists calling it a step backwards for human rights.
Wiranto, named to the powerful post in a cabinet reshuffle, was among senior officers indicted by United Nations prosecutors over gross human rights abuses during the 24-year occupation of tiny East Timor.
Around 100,000 people are estimated to have been killed, mainly by Indonesian forces and their proxies, or to have died of starvation and illness during the occupation, which occurred during dictator Suharto's three-decade rule.
Markets however cheered the appointment of prominent reformist Sri Mulyani Indrawati, currently a World Bank managing director, to the post of finance minister -- six years after she resigned from the same job after coming under attack from conservative forces in the government.
Wiranto's appointment was met with disappointment by rights activists. President Joko Widodo, who took power in 2014, was the country's first leader from outside the political and military elites and it was hoped the influence of the old guard would wane under his leadership.
"It is a setback," Andreas Harsono, Indonesia researcher for Human Rights Watch, told AFP. "The message might be that Jokowi (Widodo) is not going to be as progressive as before in pursuing his human rights agenda."
Widodo was likely trying to balance his unwieldy ruling coalition, said Keith Loveard, a senior risk analyst at Jakarta-based Concord Consulting.
Wiranto's Hanura party, a small partner in the coalition, lost two other ministers in the shake-up, which saw 13 changes to the cabinet and was the second reshuffle under Widodo.
- Bloody rampage -
Wiranto, who like many Indonesians goes by one name, was head of the armed forces when the Indonesian army and paramilitaries went on a bloody rampage in East Timor after it voted to become independent in August 1999. The country formally became independent in 2002.
He denies any wrongdoing and has never faced court over the atrocities.
He replaces Luhut Panjaitan in the key role of chief security minister, overseeing five ministries including foreign, interior and defence.
Observers suggest Panjaitan caused concern among the military elite and Islamic groups by taking unprecedented steps to probe a bloody 1960s purge of communists and their supporters.
Cabinet Secretary Pramono Anung defended the appointment of Wiranto, describing him as "tested and experienced". He has previously held the posts of defence and security minister.
Despite the claims against him, Wiranto has managed to retain a prominent position in public life. He has been a presidential candidate in two elections and in 2009 was the running mate of Jusuf Kalla, the current vice president.
It was Widodo's latest controversial appointment to the top echelons of the security establishment. He also faced criticism for making hardline ex-general Ryamizard Ryacudu defence minister.
Panjaitan moved to the post of coordinating minister for maritime affairs, still a key job at a time when Indonesia is embroiled in rows with China over the South China Sea.
Indrawati previously held the finance minister post in 2005-10 and won praise for battling corruption and keeping Southeast Asia's biggest economy on track. But she eventually resigned after facing attacks over a controversial bank bailout.
The Jakarta stock market was up 1.2 percent following news of her comeback.
