Pemerintah Berkomitmen Pulihkan Luka Korban HAM Berat di Masa Lalu

Indonesian Govt Committed to Resolving Past Serious Human Rights Violations

Editor : Cahyani Harzi
Translator : Novita Cahyadi


Pemerintah Berkomitmen Pulihkan Luka Korban HAM Berat di Masa Lalu
PELANGGARAN HAM: Presiden Jokowi saat membuka peluncuran program Pelaksanaan Rekomendasi Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, yang  digelar di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh. (Foto: Setpres RI)

Pidie, Aceh [B2B] - Presiden RI Joko Widodo [Jokowi] menegaskan bahwa akan segera menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia [HAM] berat yang terjadi di masa lalu. 

Hal ini disampaikan Jokowi saat meluncurkan program Pelaksanaan Rekomendasi Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, yang  digelar di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa [27/6].

"Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban," ucap Jokowi.

Sebelumnya, pada bulan Januari lalu, pemerintah telah memutuskan untuk menempuh jalur nonyudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan mengedepankan pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.

"Kita bersyukur, alhamdulillah bisa mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat di 12 peristiwa, yang sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali di masa-masa yang akan datang," ujarnya.

Jokowi mengakui, proses penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di tanah air melalui proses yang lama dan sangat panjang. Untuk itu, Presiden menyampaikan ucapan terima kasih atas kebesaran hati para korban dan ahli waris korban menerima setiap proses yang berjalan.

"Saya yakin tidak ada proses yang sia-sia, semoga awal dari proses yang baik ini menjadi pembuka jalan bagi upaya-upaya untuk menyembuhkan luka-luka yang ada. Awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera di atas fondasi perlindungan dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia dan kemanusiaan," tandasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md, dalam laporannya menyampaikan alasan dipilihnya Aceh sebagai awal dimulainya realisasi program pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat.

Menurut Mahfud, pemerintah dan rakyat Aceh turut berkontribusi dalam catatan sejarah Indonesia.

Selain itu, Menko Polhukam melanjutkan, ini merupakan bentuk penghormatan negara terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh, serta penghormatan terhadap bencana kemanusiaan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu.

"Ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat, relevan dengan agenda pemenuhan hak korban dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan," ucap Mahfud.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi Jokowi secara simbolis menyerahkan hak-hak korban maupun ahli waris kepada delapan perwakilan penerima. Selain itu, Jokowi juga meninjau stan-stan kementerian/lembaga yang berkontribusi dalam memberikan hak-hak korban.

Pidie of Aceh [B2B] - Indonesian President Joko Widodo (Jokowi) emphasized that he would immediately resolve gross violations of human rights (HAM) that occurred in the past.

This was conveyed by Jokowi when launching the Non-Judicial Recommendation Program for Serious Human Rights Violations in Indonesia, which was held at Rumoh Geudong, Pidie District, Aceh, Tuesday (27/06).

"Today we gather in person and virtually in Pidie District, Aceh Province to heal the nation's wounds as a result of past gross human rights violations that left a heavy burden on the victims and their families," said Jokowi.

Previously, last January, the government had decided to take a non-judicial route in resolving gross human rights violations in Indonesia by prioritizing the restoration of victims' rights without negating the judicial mechanism.

"We are grateful, thank God, that restoration of the rights of victims of gross human rights violations in 12 incidents has begun to be realized, which also marks a joint commitment to make efforts to prevent this from happening again in the future," he said. .

Jokowi acknowledged that the process of non-judicial settlement of gross human rights violations in the country has been a long and very lengthy process. For this reason, the President expressed his gratitude for the generosity of the victims and the heirs of the victims in accepting every ongoing process.

"I believe that no process is wasted, I hope that the beginning of this good process will pave the way for efforts to heal existing wounds. The beginning for building a just, peaceful and prosperous life on a foundation of protection and respect on human rights and humanity.

Meanwhile, the Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs (Menko Polhukam) Mahfud Md, in his report stated the reasons for choosing Aceh as the starting point for the realization of a program to restore the rights of victims of gross human rights violations.

According to Mahfud, the government and people of Aceh have contributed to the historical record of Indonesia.

Apart from that, the Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs continued, this is a form of respect for the state towards the peace process that is taking place in Aceh, as well as respect for the humanitarian tsunami disaster that occurred in 2004.

"These three things have a strong humanitarian dimension, relevant to the agenda of fulfilling victims' rights and prevention which has been, is being, and will continue to be carried out," said Mahfud.

On this occasion, Jokowi Jokowi symbolically handed over the rights of victims and heirs to eight recipient representatives. Apart from that, Jokowi also reviewed the stands of ministries/agencies that contributed to providing victims' rights.