Kendalikan Inflasi, Presiden Jokowi Dorong Kerjasama Kepala Daerah dengan TPID dan TPIP
Indonesia Govt Encourages Cooperation between Regional Heads with TPID and TPIP
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Jakarta [B2B] - Presiden Joko Widodo mendorong jajarannya di pusat dan di daerah untuk tidak hanya sekadar bekerja rutin dan standar saja, tetapi harus bekerja secara detail. Mengingat, semua negara sedang berada pada posisi yang tidak mudah akibat pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai dan perang di Ukraina.
“Para menteri, gubernur, bupati, wali kota juga sama, enggak bisa lagi kita bekerja rutinitas, nggak. Enggak bisa kita bekerja hanya melihat makronya saja, enggak akan jalan, percaya saya. Makro dilihat, mikro dilihat, lebih lagi harus detail juga dilihat lewat angka-angka dan data-data. Karena memang keadaannya tidak normal,” ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis [18/8].
Situasi global tersebut juga mendorong terjadinya inflasi yang sekarang menjadi momok di semua negara. Inflasi Indonesia per Juli 2022 berada pada angka 4,94% [year on year]. Angka tersebut masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain seperti Turkey yang inflasinya mencapai 79%, Uni Eropa 8,9%, atau Amerika Serikat yang mencapai 8,5%.
Meskipun demikian, Presiden meyakini jika seluruh kepala daerah dapat bekerja sama dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah [TPID] maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat [TPIP], maka pemerintah akan mampu mengendalikan inflasi hingga di bawah angka 3 persen. Presiden juga meminta para kepala daerah bisa mengecek apa yang menjadi penyebab inflasi di daerahnya.
“Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID di daerah dan Tim Pengendali Inflasi Pusat. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi. Tim Pengendali Inflasi Pusat cek daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah? Disambungkan, ini harus disambungkan karena negara ini negara besar,” jelas Presiden.
Kepala Negara juga mengingatkan bahwa angka inflasi Indonesia yang masih bisa ditahan untuk berada pada 4,94 persen adalah karena besarnya subsidi untuk energi dari APBN yang mencapai Rp502 triliun. Presiden pun akan meminta Menteri Keuangan untuk menghitung kemampuan APBN pemerintah dalam melanjutkan subsidi tersebut.
“Pertalite, Pertamax, solar, elpiji, listrik itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian, itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya itu hitung-hitungan kita di tahun ini subsidinya Rp502 triliun, angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu, untuk apa? Untuk menahan agar inflasinya tidak tinggi. Tapi apakah terus-menerus APBN akan kuat? Nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan,” tuturnya.
Terkait harga pangan, Jokowi mengajak semua pihak untuk bersyukur karena harga pangan terutama beras di Indonesia masih bisa dikendalikan dan berada pada harga sekitar Rp10.000. Harga tersebut jauh lebih murah jika dibandingkan harga beras di sejumlah negara, misalnya di Jepang Rp66.000, di Korea Selatan Rp54.000, di Amerika Serikat Rp53.000, dan di Tiongkok Rp26.000.
“Kita juga patut bersyukur baru seminggu yang lalu kita mendapatkan sertifikat penghargaan dari Internasional Rice Research Institute untuk sistem ketahanan pangan kita dan swasembada beras, sehingga nanti bisa ekspor beras, ikut mengatasi kelangkaan pangan di beberapa negara karena sudah mengerikan sekali,” ungkapnya.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua TPIP Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Hadir pula dalam acara tersebut yakni Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Jakarta [B2B] - President Joko Widodo encouraged his staff at the center and in the regions to not only work routinely and standardly, but must work in detail. Given, all countries are in a difficult position due to the Covid-19 pandemic which has not been completely over and the war in Ukraine.
"The ministers, governors, regents, mayors are the same, we can´t work routinely anymore, no. We can´t work just looking at the macro, it won´t work, believe me. The macro is seen, the micro is seen, moreover, the details must also be seen through the numbers and data. Because the situation is not normal," said the President when opening the 2022 National Coordination Meeting for Inflation Control at the State Palace, Jakarta, on Thursday [18/8].
The global situation also encourages inflation which is now a scourge in all countries. Indonesia´s inflation as of July 2022 is at 4.94% [year on year]. This figure is still better than several other countries, such as Turkey, where inflation reached 79%, the European Union at 8.9%, or the United States, which reached 8.5%.