Barantan Sukses Dorong Eksportir Sarang Walet Tekan Nitrit di Bawah 30 ppm
Indonesian Exporters of Swiflet Nests Succeed Suppress Nitrite Below 30 ppm
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Surabaya (B2B) - Keinginan Indonesia untuk mengekspor langsung sarang walet ke China akhirnya terwujud, sebagai langkah penting dan strategis meraih devisa tanpa harus melalui ´negara ketiga´ sebagai perantara yakni Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Pemerintah China melalui Administration of Quality Supervition, Inspection and Quarantine (AQCIQ) mensyaratkan impor dari Indonesia hanya lewat ´satu pintu´ setelah diregistrasi oleh Badan Karantina Pertanian di Kementerian Pertanian RI (Barantan).
Sampai saat ini, Indonesia merupakan pemasok sarang burung walet terbesar di dunia dengan produksi rata-rata lebih dari 100 ton per tahun atau 80% dari produksi dunia melampaui Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Malaysia, India dan Srilanka.
"China sangat hati-hati mengeluarkan ijin ekspor langsung sarang walet dari Indonesia, dengan ketentuan utama kandungan nitrit di bawah 30 ppm," kata Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Eliza Suryati Rusli di Surabaya pada Senin (12/10).
Dia menambahkan, China juga mensyaratkan sarang walet harus dipanaskan dengan suhu internal hingga 74 derajat Celcius, setelah dicuci dan dikeringkan selama 120 hari sebelum pengiriman.
Menurutnya, konsentrasi nitrat yang diijinkan pada makanan berbeda-beda antarnegara, berkisar 500 hingga 1.000 ppm, akan tetapi mengingat efek negatifnya memproduksi nitrosamin yang bersifat karsinogenik, sementara di Amerika Serikat (AS), Kanada, dan negara-negara Eropa dosis penggunaannya dikurangi sampai 50 ppm.
Penggunaan nitrit dalam pengolahan makanan sejak lama dilakukan, fungsinya sebagai pembentuk warna merah dan pengawet anti mikroba untuk membunuh bakteri Clostridium botulinum, yang dapat memproduksi racun mematikan, juga sebagai pembentuk faktor sensori lain yaitu aroma dan citarasa (flavor).
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Retno Oktorina menambahkan, ketatnya regulasi impor China sehingga sampai saat ini hanya enam perusahaan yang memenuhi syarat dari AQCIQ.
"Kami akan terus mendorong pemilik rumah walet maupun produsen sarang walet untuk memenuhi seluruh persyaratan AQCIQ demi meraih devisa untuk kepentingan negara dan bangsa," kata Retno.
Menurutnya, pemerintah melalui Barantan mendukung pemenuhan persyaratan rumah walet dan rumah produksi sarang walet untuk mendapat registrasi, sehingga AQCIQ lebih mudah melakukan penelusuran riwayat sarang walet.
"Barantan terus mendorong rumah walet dan eksportir untuk memenuhi ketentuan China, tapi kalau lebih nyaman mengekspor ke pasar gelap, ya kami tidak bisa menghalangi untuk masuk ke Hong Kong, yang harganya jualnya jauh di bawah China," kata Retno.
Surabaya (B2B) - Indonesia´s ambition to export swiftlet nests to China finally come true, as an important step to achieve the foreign exchange without have to go through an intermediary countries ie Malaysia, Singapore, and Hong Kong. The Chinese government by Administration of Quality Supervition, Inspection and Quarantine (AQCIQ) which requires imports from Indonesia after registered by the Indonesian Agriculture Minister´s Agriculture Quarantine Agency, known as the Barantan.
Until now, Indonesia is a producer and supplier of swiftlet nests in the world with an average production of over 100 tonnes per year or 80% of world production surpassed Thailand, Vietnam, Singapore, Myanmar, Malaysia, India and Sri Lanka.
"China is very strict permit direct export swiftlet nest from Indonesia, the main provisions of nitrite content below 30 ppm," said Eliza Suryati Rusli as Head of the Agricultural Quarantine Major Service of Surabaya, known as the BBKP Surabaya on Monday (10/12).
She added, China also requires swiftlet nest should be heated to an internal temperature up to 74 degrees Celsius, after being washed and dried for 120 days prior to shipment.
According to her, the concentration of nitrate allowed on food is different in every country, from 500 to 1,000 ppm which have a negative impact, while in the United States (US), Canada, and European countries use the dose reduced to 50 ppm.
Head of Supervision and Enforcement at Surabaya´s Agricultural Quarantine, Retno Oktorina added due to strict regulation of Chinese imports so until now only six exporters of swiftlet nests meet the requirements AQCIQ.
"We will continue to encourage the swiftlet house owners and exporters to meet all the requirements AQCIQ, to increase foreign exchange earnings," Mrs Oktorina said.
According to her, Indonesian government through the Barantan support the swiftlet house and production house swiftlet nests to get the registration, so AQCIQ easier to trace the history of swiftlet nests.
"We continue to encourage of swiftlet houses and exporters to meet the requirements of China, but if it would prefer export to the black market, so we can not prohibit them export to Hong Kong, which is the selling price per kg cheaper than China," she said.
