Barantan: Beras Impor Tertahan di Tanjung Perak Akibat `Demorage` di Pelabuhan

IAQA Clarification about Imported Rice Halted at Indonesia`s Port of Tanjung Perak

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Barantan: Beras Impor Tertahan di Tanjung Perak Akibat `Demorage` di Pelabuhan
Kepala Bagian Hukum dan Humas Barantan, MM Eddy Purnomo dan beras impor yang diimpor Bulog (inset) Foto2: B2B

Jakarta (B2B) - Badan Karantina Pertanian Indonesia meluruskan kabar yang menuding beras impor asal Myanmar tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak sebanyak 2.000 ton pada Kamis (26/5), khususnya terkait dengan biaya denda Rp24 miliar akibat demorage di pelabuhan, bahwa hal itu bukan lantaran biaya karantina atau akibat keterlambatan pelayanan Barantan.

"Sehubungan dengan biaya denda 24 miliar rupiah yang dibebankan pada 2.000 ton beras sebagaimana pemberitaan di berbagai media adalah akibat demorage di pelabuhan, bukan merupakan biaya karantina atau akibat keterlambatan pelayanan karantina," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Barantan, MM Eddy Purnomo melalui pernyataan tertulis kepda B2B.

Menurutnya, beras impor asal Myanmar tersebut masuk ke Indonesia mulai 12 Maret hingga 25 Maret 2016 di pelabuhan Tanjung Perak, dan telah dibongkar di TPS Surabaya sebanyak 551 kontainer atau setara dengan 13.775 ton.

Eddy Purnomo menambahkan, pihak kuasa dari Badan Urusan Logistik (Bulog) menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan kepada Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya pada 10 Mei 2016, dan telah dilakukan pemeriksaan petugas karantina.

Dia menambahkan, petugas karantina menerbitkan laporan hasil pelaksanaan/pengawasan/pemeriksaan fisik/kesehatan MP/PSAT (DP-7) pada hari yang sama, 10 - 11 Mei 2016.

"Selanjutnya, petugas karantina menerbitkan sertifikat pelepasan atau KT-9 beras tersebut pada 12 Mei 2016, dan 13 Mei 2016 sebagai bukti telah tuntasnya seluruh proses tindakan karantina," kata Eddy Purnomo.

Jakarta (B2B) - Indonesian Agriculture Quarantine Agency (IAQA) confirmed the news that accused the 2,000 tons of rice imported from Myanmar halted at the Port of Tanjung Perak on Thursday (26/5), who has not paid a fine of 24 billion rupiah for demurrage at the port, and not because the cost of quarantine or because of IAQA services.

"News of fines of 24 billion rupiah at 2,000 tons of rice as published by the print media and online is because of demurrage at the port and not due to quarantine or inhibited by the IAQA," said the Head of Legal and Public Relations IAQA, MM Eddy Purnomo through a written statement to B2B.

According to him, the rice imported from Myanmar goes to Indonesia from March 12 to March 25, 2016 at the Port of Tanjung Perak, Surabaya and unloaded in as much as 551 containers, equivalent to 13,775 tonnes.

Mr Purnomo added, related parties in Indonesia Logistics Agency or Bulog submit the required documents to the Surabaya´s IAQA on May 10, 2016, and had been inspected by quarantine officers.

He added that a quarantine officer publishes reports on the implementation/monitoring/inspection of the physical/medical MP/PSAT (DP-7) on the same day, 10 and May 11, 2016.

"Then the quarantine officer issued a certificate of release or the KT-9 on May 12 and May 13, 2016 as proof that the quarantine process has been completed," Mr Purnomo said.