G20 AMM Niigata 2019

Indonesia Tekankan Pembangunan SDM dan Digitalisasi Pertanian Era 4.0


G20 AMM Niigata 2019

 

ANDI AMRAN SULAIMAN
Menteri Pertanian RI

 

INDONESIA menghadiri Group 20 Agriculture Minister Meeting 2019 disingkat G20 AMM Niigata 2019 yang berlangsung di Prefektur Niigata, Jepang, Sabtu [11/5] dengan agenda utama menghasilkan ´Deklarasi Menteri Pertanian Negara-negara G20´

Indonesia merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara, anggota ASEAN, yang bergabung dalam Kelompok 20 Ekonomi Utama atau G-20, atau kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. 

Kehadiran Indonesia pada G20 AMM 2019 di Jepang sangat dinantikan banyak pihak, sekaligus membuktikan bahwa Indonesia telah ´naik kelas´ dari negara berkembang menjadi negara maju.

Dalam Sesi Paripurna [plenary session], Indonesia hadir bersama 16 menteri pertanian anggota G20, empat menteri pertanian dari negara tamu undangan, dan delapan pimpinan organisasi internasional di bidang pertanian seperti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia [ERIA], Food and Agriculture Organization [FAO], International Fund for Agricultural Development [IFAD], International Food Policy Research Institute (IFPRI), Organization for Economic Cooperation and Development [OECD], Bank Dunia, Program Pangan Dunia [WFP], dan Organisasi Perdagangan Dunia [WTO].

Indonesia menguraikan beberapa intervensi yang mengusung kepentingan petani antara lain tentang pentingnya kesetaraan akses bagi petani kecil dalam memanfaatkan teknologi dan inovasi. Pasalnya, teknologi merupakan variabel penting untuk mendorong kemajuan petani adalah penguatan digitalisasi.

Hal itu akan membuka peluang baru pengembangan dan akses terhadap rantai nilai pangan pertanian yang merupakan modal dasar pembangunan sumber daya manusia [SDM].

Pada G20 AMM Niigata 2019, Indonesia menekankan pentingnya dukungan teknologi digital menghubungkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sehingga siap memasuki era industri 4.0 melalui penetrasi dengan memanfaatkan teknologi berbasis internet, sehingga produsen dan konsumen pangan akan terhubung dan memperoleh keuntungan dengan hubungan komunikasi langsung berbasis internet tersebut.

SDM pertanian merupakan modal pembangunan terpenting. Kewirausahaan petani muda di pedesaan harus didorong karena minat generasi muda terhadap sektor pertanian saat ini menurun.

Indonesia berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan generasi muda pertanian perlu ditingkatkan. Peningkatan pengetahuan dan teknologi dikhususkan pada petani skala kecil dan generasi muda. 

Generasi milenial demikian tertarik pada internet dan teknologi informasi, maka kita dapat menggunakan digitalisasi untuk menarik mereka kembali ke sektor pertanian.

Selanjutnya, dalam breakout session, Indonesia menegaskan komitmennya untuk mencapai 17 tujuan Sustainable Development Goals [SDGs] bersamaan dengan tantangan kelaparan dan perubahan iklim yang dihadapi negara-negara di dunia. Karena itu, Indonesia telah memenetapkan Rencana Aksi Nasional tentang program-program lima tahun ke depan terkait aktivitas pendukung dalam pencapaian tujuan SDGs pada 2030 yang dituangkan dalam road map.

Indonesia membuat program khusus yang modern, holistik dan inovatif dengan beberapa terobosan revolusioner. Dari sinilah pendapatan nasional Indonesia meningkat 34,3%. 

Capaian lain pembangunan pertanian yang membanggakan adalah investasi asing dalam bentuk Foreign Direct Investment meningkat dramatis hingga 110% dan ekspor pertanian pun naik 29,7%, sehingga inflasi pangan turun 8%.

Di level rumah tangga, angka kematian bayi turun 1,9% dan balita dengan gizi buruk pun turun tiga persen. Dampak makro yang luar biasa Indonesia adalah tingkat kemiskinan menjadi satu digit yakni 9,66%. 

Penurunan kasus gizi buruk merupakan dampak postif dari program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), karena program ini mendukung penyediaan bahan pangan pertanian secara mandiri dengan memanfaatkan lahan pekarangan di sekitar rumah tinggal. 

Nutrisi vitamin dan mineral yang diperlukan balita pada masa pertumbuhan dapat dipenuhi keluarga dengan mengonsumsi sayur dan buah hasil panen dari  pekarangan sendiri. 

Program KRPL sejalan dengan UN Resolution on Family Farming yang bertujuan untuk memperbaiki tingkat ketahanan pangan.

Paparan Indonesia mendorong State Secretary of Agro Industry Argentina, Luis Miguel Etchevehere menyatakan kekagumannya kepada Pemerintah RI khususnya Kementerian Pertanian RI yang disampaikan secara langsung kepada Ketua Delegasi RI di tengah berlangsungnya exhibition tour yang dihadiri seluruh ketua delegasi. 

Bahkan, beberapa negara anggota G20 dan organisasi internasional pun menyatakan keinginannya untuk berdialog langsung dengan Ketua Delegasi RI selama G20 AMM berlangsung di Jepang.

Sejumlah ketua delegasi yang menghadiri G20 AMM 2019 telah bertemu secara khusus dan mengagendakan pertemuan bilateral formal lebih lanjut di Jakarta. Antara lain Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang,Takamori Yoshikawa; Menteri Pertanian, Peternakan dan Pasokan Pangan Brazil, Dr Tereza Critina Correa; Menteri Lingkungan dan Suimberdaya Air Singapura, Masagos Zulkifli; Menteri Pertanian dan Pembangunan Perdesaan China, Changfu Han; Ketua Delegasi India, Ramesh Chand; dan President ERIA, Hidetoshi Nishimura.

Sebagaimana diketahui, G20 atau Kelompok 20 Ekonomi Utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Secara resmi G-20 dinamakan The Group of Twenty (G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Duapuluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. 

Kelompok G20 dibentuk pada 1999 sebagai forum yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Pertemuan perdana G-20 berlangsung di Berlin, 15 - 16 Desember 1999 dengan tuan rumah menteri keuangan Jerman dan Kanada.

Anggota G20 adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Latar belakang pembentukan forum ini berawal dari terjadinya Krisis Keuangan 1998 dan pendapat yang muncul pada forum G-7 mengenai kurang efektifnya pertemuan itu bila tidak melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi lain agar keputusan-keputusan yang mereka buat memiliki pengaruh yang lebih besar dan mendengarkan kepentingan-kepentingan yang barangkali tidak tercakup dalam kelompok kecil itu. Kelompok ini menghimpun hampir 90% produk nasional bruto (PNB, GNP) dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia.

Sebagai forum ekonomi, G-20 lebih banyak menjadi ajang konsultasi dan kerja sama hal-hal yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional dan mencari upaya-upaya pemecahan masalah yang tidak dapat diatasi oleh satu negara tertentu saja. [Adv/Budi]

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis