Menkes Ungkap Upaya Tangani Polusi Udara di Jabodetabek

Indonesian Govt Reveals Efforts to Manage the Impact of Air Pollution in the Health Sector

Editor : Cahyani Harzi
Translator : Novita Cahyadi


Menkes Ungkap Upaya Tangani Polusi Udara di Jabodetabek
POLUSI UDARA: Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas saat mengikuti ratas mengenai upaya peningkatan kualitas udara di Jabodetabek, di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Setkab RI)

Jakarta [B2B] - Menteri Kesehatan [Menkes] Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa polusi udara berkontribusi besar terhadap enam besar penyakit gangguan pernapasan di Indonesia, yaitu pneumonia [infeksi paru], infeksi saluran pernapasan atas [ISPA], asma, tuberkulosis, kanker paru, dan penyakit paru obstruksi kronis [PPOK].

Hal tersebut disampaikan Menkes usai mengikuti rapat terbatas [ratas] yang membahas mengenai peningkatan kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi [Jabodetabek], yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Senin [28/08].

“Kita lihat salah satu penyebab [penyakit gangguan pernapasan] yang paling dominan adalah polusi udara. Itu antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi: pneumonia, kemudian ISPA, dan asma,” ujar Budi.

Beban BPJS disebabkan enam penyakit gangguan pernapasan tersebut, kata Menkes, mencapai Rp10 triliun pada tahun 2022 lalu dan menunjukkan tren meningkat di tahun 2023.

“Ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp10 triliun dan kalau melihat trennya di 2023 naik, terutama ISPA dan pneumonia, ini kemungkinan juga akan naik. Memang perlu kita sampaikan di sini, yang top 3-nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, kemudian asma. Ini totalnya sekitar Rp8 triliun dari Rp10 triliun yang tadi yang enam,” ujarnya.

Terkait dampak polusi di sektor kesehatan, kata Menkes, Badan Kesehatan Dunia [WHO] memberikan pedoman untuk melakukan pemantauan terhadap lima komponen di udara. Lima komponen tersebut terdiri dari tiga komponen bersifat gas yaitu nitrogen, karbon, dan sulfur serta dua komponen partikulat atau particulate matter yaitu PM 10 dan PM 2,5.

“Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5. Kenapa? Dia bisa masuk sampai pembuluh alveoli di paru. Itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi. Itu sebabnya kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5 karena ini yang bisa masuk sampai dalam kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar,” jelas Budi.

Menkes mengatakan, Presiden meminta pihaknya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyesuaikan standar kualitas udara yang terkini dan telah diperketat oleh WHO.

“Jadi ada guidance lagi WHO mengenai standar-standar dari polusi udara yang harus dipenuhi untuk menjaga level kesehatan masyarakat. Dan arahan Bapak Presiden tadi, coba ini dibicarakan dulu dengan Menteri KLHK dan nanti Menteri KLHK lah yang akan menentukan standarnya di mana supaya sama di seluruh industrinya,” ujar Budi.

Untuk memantau kualitas udara, kata Menkes, pihaknya telah melengkapi puskesmas di Jabodetabek dengan alat monitoring yang dapat mendeteksi kadar PM 2,5 secara real time.

“Kita di puskesmas ada alat-alat monitoring yang kita bagi sebagai sanitarian kit biasanya dikasih tuh di seluruh puskesmas, tapi itu lebih ke indoor measurement sebenarnya, bisa juga dipakai outdoor tapi tidak terus-menerus seperti yang tadi disampaikan oleh Ibu Menteri KLHK untuk mengetahui komponen-komponen kesehatan udara, tanah, dan air,” ujar Budi.

Lebih lanjut Menkes menyampaikan, untuk menurunkan risiko dan dampak kesehatan dari polusi udara, pihaknya akan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan bahaya polusi udara bagi kesehatan.

Selain itu, kata Budi, Kemenkes juga mendorong penggunaan masker sebagai upaya preventif atau pencegahan jika polusi udara terpantau tinggi berdasarkan standar yang sudah ditetapkan. Menurut Budi, masker yang disarankan memiliki spesifikasi tertentu yang memiliki kerekatan untuk menahan partikulat.

“Maskernya mesti yang KF 94 atau KN 95 minimum, yang memiliki kerengketan untuk menahan particulate matters 2,5 karena yang bahaya itu yang 2,5 dia masuk bisa masuk paru, dia masuk bisa masuk pembuluh darah paru karena saking kecilnya ya dia fine, jadi perlu masker yang kelasnya KF 94 atau KN 95 itu yang untuk pencegahannya,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Budi, Kemenkes juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Menkes pun berharap apabila masyarakat harus dirawat karena penyakit tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama.

“Kita juga nanti besok ada kerja sama dengan teman-teman dari Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease-nya Kemenkes untuk bisa mendidik semua rumah sakit di Jabodetabek, semua Puskesmas di Jabodetabek, kalau ada ciri-ciri seperti ini, oh ini handle-nya begini. Kalau ada ciri-ciri seperti ini, ini handle-nya begini. Dengan demikian, kita harapkan kalau toh pun nanti ada yang masuk ke puskesmas atau rumah sakit, treatment-nya sudah sama, diagnosanya juga sudah sama,” pungkasnya.

Jakarta [B2B] - The Minister of Health (Menkes) Budi Gunadi Sadikin said that air pollution contributes greatly to the six major respiratory disorders in Indonesia, namely pneumonia (lung infection), upper respiratory tract infection (ARI), asthma, tuberculosis, lung cancer, and chronic obstructive pulmonary disease. (COPD).

This was conveyed by the Minister of Health after attending a limited meeting (ratas) which discussed improving air quality in the Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) areas, led by Indonesian President Joko Widodo (Jokowi), at the Merdeka Palace, Jakarta, Monday (28 /08).

"We see that one of the most dominant causes [respiratory disorders] is air pollution. That's between 24-34 percent of the three main diseases: pneumonia, then ISPA, and asthma," said Budi.

The BPJS burden due to the six respiratory disorders, said the Minister of Health, reached IDR 10 trillion in 2022 and shows an increasing trend in 2023.

"Last year's BPJS burden was IDR 10 trillion and if you look at the trend in 2023 it's going up, especially ISPA and pneumonia, it's likely that it will also go up. We really need to say here, the top 3 are lung infections or pneumonia, upper respiratory tract infections, then asthma. This totals around Rp. 8 trillion from Rp. 10 trillion, the previous six," he said.

Regarding the impact of pollution on the health sector, said the Minister of Health, the World Health Organization (WHO) has provided guidelines for monitoring five components in the air. The five components consist of three gaseous components namely nitrogen, carbon and sulfur as well as two particulate matter components namely PM 10 and PM 2.5.

"What is dangerous for health is 2.5. Why? He can enter up to the alveoli vessels in the lungs. That's what causes pneumonia to occur. That's why in health, we really see it in PM 2.5 because this can go deep and then cause pneumonia, which is indeed the biggest in BPJS," explained Budi.

The Minister of Health said the President asked his party and the Ministry of Environment and Forestry (LHK) to adjust to the latest air quality standards and have been tightened by WHO.