Soeharto tidak Pantas Dijadikan Nama Jalan Protokol di Jakarta

Soeharto not Deserve be Name of the Main Street in Jakarta

Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Soeharto tidak Pantas Dijadikan Nama Jalan Protokol di Jakarta
Foto: soekarnofiles.files.wordpress.com

Jakarta (B2B) - Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menolak rencana Delegasi Panitia 17 mengganti nama salah satu jalan di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat dengan nama mantan Presiden Indonesia, Soeharto.

"Pelajaran seperti apa yang hendak disampaikan oleh Delegasi Panitia 17? Apakah bangsa ini mau diajarkan bahwa model 32 tahun kekuasaan dan pemerintahan otoriter Soeharto adalah model yang sah bagi republik ini?" kata Ray di Jakarta, Minggu (1/9).

Penggunaan nama seseorang menjadi nama jalan seperti Soeharto, kata Ray, harus didahului dengan pengakuan nasional terhadap peran dan sumbangan positif besar tokoh yang bersangkutan kepada bangsa dan negara.

Dalam posisi ini, lanjut Ray, keberadaan sang tokoh bukan saja terkait dengan jabatan yang pernah diembannya, akan tetapi bagaimana tokoh itu mengelola jabatan dan dapat menjadi tauladan bagi generasi sesudahnya. "Bila merujuk ke nama Soeharto, kelemahan ini menjadi terlihat."

Sebelumnya diberitakan, Ketua Delegasi Panitia 17 Jimmly Asshiddiqie mengatakan, Panitia 17 berkeinginan nama-nama pahlawan diabadikan menjadi nama-nama jalan dan gedung tertentu. Pemberian nama itu dimulai dari DKI Jakarta.

"Kami sepakat mulai dari DKI dan mulai dari Soekarno-Hatta," kata Jimmly.

Panitia 17 lanjut Jimmly, mengusulkan agar di setiap ibukota provinsi terdapat nama Jalan Soekarno dan Jalan Hatta. Di samping itu, juga berkembang ide nama-nama pahlawan lainnya untuk nama jalan.

"Target pada tanggal 10 November, Jalan Merdeka Utara dan Jalan Merdeka Selatan diresmikan menjadi Jalan Bung Karno (di Merdeka Utara) dan Bung Hatta (di Merdeka Selatan)," kata Jimmly.

Selain Jalan Merdeka Utara dan Jalan Merdeka Selatan, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini menyatakan, Panitia 17 mengusulkan Jalan Merdeka Barat dan Merdeka Timur diganti namanya. "Merdeka Barat jadi Soeharto dan Merdeka Timur jadi Ali Sadikin," katanya.

Jakarta (B2B) - Director of the Indonesian Civil Circle Ray Rangkuti, rejected the plan Delegate Committee 17, to change the name of street in the area of ��Merdeka Square, Central Jakarta, with name of Soeharto, the former Indonesian second President.

"What kind of lesson that would be submit Delegates Committee 17? Does the nation want to be taught that the 32-year rule and authoritarian regime is a legitimate model for the republic?" Ray Rangkuti said in Jakarta, Sunday (1/9).

The use of name of someone like Soeharto, Ray said, must be preceded by a national recognition of the role and positive contribution of the figure in question to the nation and the state.

In this position, Ray said, its existence is not only related to his position, but how to manage the position, and can be role model for future generations. "If the referring to Suharto, this weakness become looks."

Previously reported, Head of Delegation Committee 17, Jimmly Asshiddiqie says it wants the names of the heroes enshrined into the names of certain streets and buildings. Giving a name that starts from DKI Jakarta.

"We agreed to start from the Capital City and from Soekarno-Hatta," Jimmly said.

17 Committee, said Jimmly, proposed that in each provincial capital there is name of Soekarno Street and Hatta Street. In addition, it also develops the idea of ��the names of other heroes for the street name.

"The target on November 10, then the North Merdeka Street, South Merdeka Street inaugurated as Bung Karno (North Merdeka) and Bung Hatta (at South Merdeka)," said Jimmly.

Besides North Merdeka Street and South Merdeka Street, Jimly added, Committee 17 has proposed West Merdeka Street and East Merdeka Street renamed. "West Merdeka to Soeharto Street and East Merdeka to Ali Sadikin," he said.