Ani Yudhoyono adalah `Penasihat` Tak Terbantahkan bagi SBY, Kata The Australian
Why Australia`s Spies Targeted SBY`s Wife - Kristiani Herawat
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
KOLUMNIS The Australian, Cameron Stewart melalui artikel berjudul ´Why Australia´s spies targeted SBY´s wife - Kristiani Herawati´ menguraikan alasan dinas intelijen Australia menyadap ponsel Ibu Negara Ani Yudhoyono di The Australian pada Sabtu (14/12).
Dinas Australia membidik ponsel istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 karena ia menjadi penasihat paling berpengaruh bagi Presiden SBY Bambang Yudhoyono dan dianggap sedang merentang jalan suksesi presiden untuk anak sulungnya.
Keputusan untuk menyadap Kristiani Herawati bukannya tanpa alasan kuat tapi bagian dari strategi penting untuk mengetahui lebih lengkap tentang pergeseran keseimbangan kekuasaan di antara elit penguasa di Jakarta.
Faktor keamanan nasional juga menjadi faktor penting, karena Canberra ingin mempelajari lebih lanjut tentang hubungan antara istana dan kelompok-kelompok Islam terkait tewasnya tiga warga Australia pada pemboman dua hotel di Jakarta pada Juli 2009 dan pemburuan terhadap pelaku peledakan bom yang terkenal Noordin M Top.
Keputusan untuk menyadap ibu negara, yang dikenal di Indonesia sebagai Ibu Ani, menjadi bagian yang paling kontroversial dari skandal mata-mata Indonesia. Para komentator di kedua negara menuduh dinas intelijen Australia bertindak terlalu jauh menyadap istri Dr Yudhoyono karena dia hanyalah istri dari Presiden.
The Weekend Australian memahami dinas intelijen Australia tentunya meyakini latar belakang politik dan keamanan yang jelas untuk menyadap ibu negara, yang peranannya sangat berpengaruh terhadap Presiden pada 2009 saat ia lebih didengar oleh SBY ketimbang para penasihat utamanya.
Sebuah kabel rahasia yang ditulis oleh kedutaan AS di Jakarta pada akhir 2007 mengatakan : "Ibu Ani (sapaan akrabnya di Indonesia) adalah satu-satunya orang yang benar-benar dipercaya Presiden SBY atas setiap masalah dan khususnya ketika SBY memasuki jabatan kedua, Presiden semakin tergantung pada istrinya."
"Ibu Ani begitu kuat pengaruhnya terhadap istana dan muncul sebagai penasehat yang tidak terbantahkan bagi SBY."
Alasan ini diyakini oleh dinas intelijen Australia pada 2009 yang tampak sangat antusias untuk mempelajari lebih lanjut tentang dugaan rencana oleh Ibu Ani untuk membuat sebuah dinasti keluarga presiden . Berdasarkan rencana - yang tidak pernah terungkap - Ibu Ani akan mencalonkan diri sebagai presiden tahun depan setelah Dr Yudhoyono mengakhiri masa jabatan konstitusional keduanya sebagai presiden. Dia kemudian akan beralih fungsi sebagai presiden selama lima tahun untuk menyiapkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sudah layak untuk maju sebagai presiden berikutnya.
Penyadapan telepon terhadap Ibu Ani dilakukan oleh Direktorat Pertahanan Elektronik (sekarang disebut Direktorat Elektronik Australia) pada 2009 . Badan Keamanan Nasional AS (The US National Security gency/NSA) diyakini telah mengetahui hal itu dan mendukung langkah penyadapan oleh Australia.
Hal ini dimengerti bahwa pada 2009, baik intelijen Australia dan Amerika ingin mempelajari lebih lanjut tentang hubungan ibu dengan kelompok-kelompok Islam, yang merupakan konstituen penting dalam pemilihan umum dan suara yang berusaha draih untuk kemenangan suaminya.
Keduanya, SBY dan istrinya kukuh menentang kelompok-kelompok Islam garis keras tapi, pada saat warga Australia tewas dalam serangkaian teror bom sejak 2002, dinas-dinas badan intelijen ingin mengetahui lebih jauh tentang tentang hubungan antara istana presiden dan beberapa kelompok Islam terbesar di negara itu, beberapa di antaranya diketahui dari kelompok Islam garis keras.
Diyakini bahwa dengan membidik Ibu Ani, Canberra berupaya mendapatkan informasi langsung dari pihak pertama terkait perubahan struktur kekuasaan di Jakarta pada saat ia menjadi salah satu dari orang-orang yang dipercaya untuk memaksa terjadinya reshuffle kabinet.
Salah satu kabel diplomatik AS pada bulan 2007, yang kemudian diungkap oleh WikiLeaks mengatakan: "Pengaruh Kristiani Herawati rupanya begitu berpengaruh ketimbang penasihat kunci lainnya."
"Ibu negara diduga memanfaatkan aksesnya kepada Presiden untuk membantu teman-temannya dan mengabaikan pesaingnya , termasuk wakil presiden Jusuf Kalla."
Pengaruh Ibu Ani secara luas dilihat sebagai alasan mengapa Presiden SBY memutuskan untuk mendepak Kalla sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2009. Kantor Tony Abbott menolak menjawab pertanyaan tentang sasaran penyadapan terhadap ibu negara Indonesia.
Seorang juru bicara mengatakan pemerintah tidak mengomentari masalah intelijen .
Bulan lalu, bocoran dokumen dari kontraktor buronan NSA Edward Snowden mengungkapkan bahwa pada 2009 , DSD menyadap ponsel Presiden, istri dan delapan pemimpin senior di Indonesia .
Kabar penyadapan tersebut memicu kemarahan di seluruh Indonesia dan Presiden SBY langsung memimpin untuk menghentikan kerja sama pertahanan keamanan dan membekukan sendi dan penyelundupan manusia .
Pemerintah Australia pekan lalu mengatakan mendukung persyaratan Indonesia terhadap ´road map´ yang harus dijalankan Australia untuk untuk memulihkan hubungan kedua negara.
AUSTRALIAN intelligence agencies targeted the mobile phone of Indonesia´s first lady in 2009 because she had become the single most influential adviser to President Susilo Bambang Yudhoyono and was thought to be hatching a presidential succession plan for her eldest son.
The decision to target Kristiani Herawati´s phone was not done on a whim but was part of a deliberate and calculated strategy to learn more about the shifting balance of power inside Jakarta´s ruling elite.
National security was also a factor, as Canberra wanted to learn more about the relationship between the presidential palace and Islamic groups at a time when three Australians had been killed in the twin hotel bombings in Jakarta in July 2009 and notorious bomber Noordin Mohammad Top was still on the run.
The decision to monitor the first lady, known in Indonesia as Ibu Ani, has been the most controversial part of the Indonesian spy scandal. Commentators in both countries accused Australian agencies of going too far in targeting the wife of Dr Yudhoyono because she was merely the spouse of the President.
The Weekend Australian understands Australian agencies believed there were clear political and security grounds to target the first lady, who was becoming increasingly influential with the President by 2009 as he became more distant from his senior advisers.
A secret cable written by the US embassy in Jakarta in late 2007 said: "Ibu Ani (as she is known in Indonesia) was the only person the President could truly trust on every issue and as the President moved into the second half of his term, he was increasingly moving in lock step with his wife.
"Indonesia´s first lady had expanded her influence with the palace and emerged as the President´s undisputed top adviser."
It is believed that Australian agencies in 2009 were keen to learn more about a suspected plan by Ibu Ani to create a family presidential dynasty. Under the plan - which never came to fruition - Ibu Ani would have run for the presidency next year after Dr Yudhoyono had completed his constitutional two-term limit. She would then serve as a stop-gap leader for a single five-year term until her eldest son, Agus Yudhoyono Harimurti, was old enough to stand for president in his own right.
The targeting of Ibu Ani´s phone was carried out by the Defence Signals Directorate (now called the Australian Signals Directorate) in 2009. The US National Security Agency is believed to have been aware of the surveillance and supportive of it.
It is understood that, in 2009, both Australian and American intelligence wanted to learn more about the first lady´s relationship with Islamic groups, which were an important constituency in an election year and whose vote she was trying to win on behalf of her husband.
Both Dr Yudhoyono and his wife are staunchly opposed to Islamic extremism but, at a time when Australians had been killed in a series of terror bombings since 2002, intelligence agencies wanted to learn what they could about the relationship between the presidential palace and some of the country´s largest Islamic groups, some of which contained extremist elements.
It was believed that by targeting Ibu Ani, Canberra might gain a first-hand glimpse of the fast-changing power structure in Jakarta at a time when she was one of those who was forcing high-level changes.
One US diplomatic cable in October 2007, later revealed by WikiLeaks, said: "Kristiani Herawati´s ascendancy has apparently come at the expenses (sic) of other key advisers.
"The first lady has allegedly leveraged her access to the President to help her friends and disparage her foes, including vice-president (Jusuf) Kalla."
Ibu Ani´s influence was widely seen as the reason why the President decided to drop Mr Kalla as his running-mate in the 2009 election. Tony Abbott´s office declined to answer questions about the targeting of the first lady.
A spokeswoman said the government did not comment on intelligence matters.
Last month, leaked documents from fugitive NSA contractor Edward Snowden revealed that, in 2009, DSD monitored the mobile phones of the President, his wife and eight senior leadership figures in Indonesia.
The revelations sparked an angry response across Indonesia and led the President to freeze joint co-operation on defence and people-smuggling.
Australia said last week it would agree to a six-point road map to restore relations, including protocols on behaviour, and intelligence-gathering and sharing.
