Tjahjo Kumolo Desak Kemenlu Kirim Nota Protes ke Papua Nugini

Indonesian MP Urged Foreign Ministry to Send Note to PNG over Missing Fishermen

Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Tjahjo Kumolo Desak Kemenlu Kirim Nota Protes ke Papua Nugini
Tjahjo Kumolo (Foto: tjahjokumolo.com)

Semarang (B2B) - Peristiwa keji menimpa nelayan tradisional Merauke yang sedang mencari ikan di wilayah perbatasan Indonesia dan Papua Nugini (PNG). Sepuluh awak kapal tiba-tiba digeledah oleh tentara PNG, kemudian kapalnya dibakar dan mereka dipaksa berenang kembali ke daratan Indonesia.

Naas, dari sepuluh nelayan hanya lima yang kembali dan ditemukan oleh Marinir TNI di pos terdepan paling Timur Indonesia. Belum jelas bagaimana nasib lima nelayan lainnya. Diduga, kelima orang tersebut tewas tenggelam karena tak mampu berenang sampai ke daratan.

Kejadian ini pun mendapat kecaman dan protes keras dari parlemen Indonesia. Anggota Komisi I DPR bidang Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan, Tjahjo Kumolo meminta agar Kementerian Luar Negeri mencermati perlakuan negara tetangga itu kepada Indonesia.

"Kejadian atas nelayan Indonesia yang diperlakukan tidak manusiawi oleh tentara Papua Nugini yang kedua negara tersebut merupakan tetangga, dan apakah masih dikatakan sebagai negara sahabat Indonesia?" kata Tjahjo kepada merdeka.com, Minggu (9/2).

Tak hanya itu, Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) ini juga meminta agar Kemenlu meninjau ulang hubungan diplomasi antar kedua negara ini. Juga memanggil duta besar Papua Nugini untuk mengklarifikasi kejadian ini.

"Apakah tidak ada cara lain dalam membangun komunikasi berdiplomasi antarnegara tetangga. Kemenlu wajib mempertanyakan dengan nota diplomasi dan memanggil kedubes tersebut meminta penjelasan maksud-maksud penindakan yang dimaksud tersebut," tegas dia.

Tjahjo pun tampak geram sehingga meminta agar pemerintah membalas tegas perbuatan keji tentara Papua Nugini itu. Kemenlu harus bersikap tegas atas ulah negara tetangga itu.

"Apakah masih dalam kategori negara sahabat atau ancaman bagi kedaulatan Indonesia dalam jangka panjang. Menurut saya, kedua negara tersebut (Papua Nugini dan Australia) melakukan test kepada pemerintah kita. Kita diam atau melawan, ini harus jadi pertimbangan Kemenlu RI dalam sikapnya," pungkas dia.

Semarang (B2B) - Lawmaker Tjahjo Kumolo urged the foreign ministry to demand explanation from Papua New Guinea (PNG) about report of PNG soldiers burning the vessel of Indonesia fishermen in the sea resulting in five of the fishermen missing.

Five of ten fishermen from Merauke were reported still missing after being caught in the sea by Papua New Guinea (PNG) soldiers.

The ten fishermen were caught by the PNG soldiers when fishing in the border sea on Feb 6, some 5 kilometers away from an Indonesian navy post in Torasi.

After burning their vessel and all their belongings in the sea, the PNG soldiers released and told them to swim to the navy post, the report said.

Tjahjo, the secretary general of opposition party, PDI Perjuangan, said here on Monday the foreign ministry could summon the Indonesian embassy to PNG to ask for explanation about the incident.

The foreign ministry, the Indonesian military and intelligence should be sensitive to the "inhuman treatment" by PNG soldiers, he said.

He also comment on report of Australia forcing boat people to sail back to Indonesian waters.

He raised question if the two countries are still true friends of Indonesia or they are a long term threat to the countrys sovereignty.

"Indonesia has to take firm retaliatory measure against such unfriendly actions," he said.

He said the two country might want to make a test case , whether "we would react or not."

"This should be considered by the foreign ministry in taking action," he said.

On Sunday navy commander in Merauke Marine Brig. Gen. Buyung Lalana said a search and rescue team was searching for the missing fishermen.

Lalana said the other five that succeeded in swimming to safety in the navy post took part in the search.

The five missing fishermen are identified as Alexander Coa,Ferdinando Coa,Roby Rahail,Joni Kaize and Zulfikar Saleh.