Pemerintah Indonesia Harus Protes Keras kepada Australia
Indonesian Govt Should Strongly Protest Against Australia
Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengritisi kebijakan Australia menghalau kapal para pencari suaka kembali ke perairan Indonesia.
Dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, ia menyebut negeri Kanguru itu tidak mempraktekan kebijakan bertetangga yang baik merujuk pada sikap AL Australia menghalau 45 imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak ke perairan Australia kembali ke perairan Indonesia dan berujung ke Ndao, NTT baru-baru ini.
"Pemerintah Indonesia perlu memprotes keras tindakan AL Australia tersebut. Pemerintah Indonesia harus meminta agar pemerintah Australia turut bertanggung jawab dan tidak sekedar cuci tangan atas permasalahan pencari suaka," katanya.
Protes keras itu, kata dia, didasarkan pada kenyataan para pencari suaka berkeinginan untuk ke Australia, bukan Indonesia.
Tindakan AL Australia merupakan implementasi dari kebijakan PM Tony Abbott untuk menghalau para pencari suaka ke wilayah Indonesia (boat turnback policy).
"Bila tindakan AL Australia terus berlanjut maka AL Indonesia dan Basarnas memperlengkapi para pencari suaka dengan berbagai peralatan agar mereka bisa sampai di Australia dengan selamat," ujarnya.
Pemerintah, tambah dia, harus tegas dalam menghadapi kebijakan Australia dalam menangani para pencari suaka.
Ia menilai tindakan tegas itu dibutuhkan agar kedaulatan RI tidak dilecehkan oleh Australia dan Indonesia tidak menjadi tempat bagi "masalah" Australia.
"Bahkan mereka dilengkapi dengan berbagai peralatan keselamatan oleh AL Australia agar sampai di wilayah darat Indonesia secara selamat," katanya.
Jakarta (B2B) - Hikmahanto Juwana, international law expert stated that Australias behavior as a neighboring country was deemed bad when illegal immigrants from Africa and Middle East, intending to go to Australia were driven away to Indonesian waters.
"The Indonesian government should strongly protest against what the Australian Navy had done. Indonesia should ask the Australian government to take the responsibility of the refugee problem. In fact, the asylum seekers had intended to go to Australia initially, and not to Indonesia; therefore Indonesia should protest strongly," Juwana said.
"If the Australian Navy continues to drive refugees to Indonesia, the Indonesian Navy and the National Search and Rescue Agency (Basarnas) should equip refugees well enough to enable them to reach Australia safely," he explained.
The Indonesian government must take a stern action against Australias policy on refugees. A stern action is needed to prevent Australia from violating Indonesias sovereignty and from making Indonesia a dustbin for Australian problems, he pointed out.
Australia, under Prime Minister Tony Abbott, has implemented boat turn back policy. Refugees were equipped with safety facilities to make sure that they would land in Indonesia safely.
The Australian navy has driven illegal immigrants from Africa and Middle East to Indonesian waters, Indonesian police emphasized recently.
The boat, with 45 people including nine women, was from Sudan, Eritrea, Somali, Ghana, Egypt, Yemen and Lebanon.
