Sambut 1 Suro, Warga Sumbermujur Gelar Maheso Suroan

Celebrating Islamic New Year, Sumbernujur People Organize Maheso Suroan

Editor : Mohamad Aslan
Translator : Intan Permata Sari


Sambut 1 Suro, Warga Sumbermujur Gelar Maheso Suroan

TRADISI tahunan memasuki 1 Suro atau memperingati tahun baru Hijriyah 1434 digelar warga Desa Subermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menggelar ritual mahesa suroan melarung sesaji kepala sapi dan ayam di sumber mata air.

Tradisi tersebut memadukan tradisi, budaya dan kearifan lokal dalam melestarikan lingkungan untuk melindungi sumber mata air yakni sumber Dhelling di lereng Gunung Semeru.

Rangkaian prosesi ritual dilakukan lima hari terakhir. Puncaknya dilakukan pada Kamis (15/11) sekitar pukul 09.00 WIB.

Tokoh masyarakat Desa Subermujur Herry Gunawan mengatakan ritual itu merupakan akulturasi budaya Hindu dan Jawa, dan dilakukan sejak lama secara turun temurun oleh masyarakat Tengger.

Sejak Minggu (11/11) warga menyiapkan seluruh keperluan ritual, di antaranya mengumpulkan hasil pertanian untuk selanjutnya dibuat gunungan berisi hasil bumi polo gantung dan polo pendem.

Ada enam gunungan dan setiap gunungan berisi jagung, sayur mayur termasuk kacang panjang, salak, tomat, padi, dan polo pendem (ketela pohon, ubi jalar, mbothe, dan kacang tanah).

Warga gotong royong menyumbangkan sebagian hasil pertanian mereka khusus untuk keperluan ritual tersebut. Termasuk menyiapkan sapi dan ayam berwarna putih untuk dilarung.

ANNUAL tradition of welcoming Islamic new year of Hijriah 1434 is organized by people in Subermujur  village, Candipuro sub district, Lumajang regency, East Java. They organize mahesa suroan ritual by floating away cow’s head and chicken in water spring.

The ritual combines tradition, culture, and local wisdom in preserving the environment to protect water springs such as Dheling spring in the slope of Mount Semeru.

The ritual procession is carried out in the last 5 days. The peak of the ritual is carried out on Thursday (15/11) at 9 AM.

Public figure in Subermujur village, Herry Gunawan, says that this ritual is a cultural acculturation between Hinduism and Javanese and has been carried out for generations by Tenggerese community.

Since Sunday (11/11), people prepared all ritual needs such as collecting crops to be made into ‘gunungan’ (cone shaped offering) consisting of polo gantung and polo pendhem.

There are 6 gunungan and each gunungan consists of corn, vegetables, including long beans, snake fruit, tomato, paddy, and polo pendhem (cassava, sweet potato, mbothe, and nuts).

The people contribute some of their crops especially for this ritual including the cow and white chicken to be offered and floated in the sea.