Membangun `Brand` jadi Topik Utama Desproyers Gathering #2 di Universitas Trisakti

Desproyer Gathering Become Product Designers Dialogue Forum in Indonesia

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Membangun `Brand` jadi Topik Utama Desproyers Gathering #2 di Universitas Trisakti
Foto2: B2B/Mya

Jakarta (B2B) - Keprihatinan terhadap kemampuan brand Indonesia menjadi 'tuan rumah di negeri sendiri' pada industri kreatif yang hingga kini kalah bersaing dengan produk asing menjadi bahasan utama dalam Desproyers Gathering #2 di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Trisakti Jakarta.

"Brand lebih penting daripada produknya, apabila merek atau logo dicopot dari sepatu Nike atau Adidas, apakah kita masih mengenalinya? Brand dikenal dan disukai karena loyalitas, kalau bukan itu saya tak mau kata konsumen," kata Singgih Susilo Kartono, inovator radio kayu Magno yang dikenal hingga ke mancanegara pada dialog yang dihadiri lebih 50 disainer produk di Universitas Trisakti Jakarta, belum lama ini.

Singgih mengingatkan menciptakan brand tidaklah mudah dan jalannya berliku seraya menceritakan pengalamannya mengembangkan Magno, "jangan terjebak mengatakan produk kita adalah yang terbaik, karena penentunya adalah konsumen yang memutuskan untuk membeli."

Pembicara lain adalah Nara Ardanto dengan produknya Lampu Rupa, Sakti Makki pengusung brand Makki Makki, dan Isti Dhaniswari yang dikenal sebagai design forecasting. Hadir pula para desainer produk dari Astra Honda Motor (AHM), Arniss, Panasonic, Blue Lounge, kacamata kayu Kabau, Isuzu dan para mahasiswa dari FSRD Universitas Trisakti.

Singgih pun menyampaikan joke-joke menarik seputar brand, misalnya pilihan konsumen pada mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia, kiat pedagang roti bakar menyajikan lima rasa demi menjaga kesetiaan konsumen pada produknya.

Dekan FSRD Universitas Trisakti, Gamal Rudiyanto mengatakan tujuan diskusi tersebut untuk berbagi pengalaman membidik peluang bisnis di bidang desain produk industri sekaligus mendukung tekad pemerintah mengembangkan industri kreatif.

"Perhatian utama saat ini adalah bahwa profesi ini masih belum mendapatkan tempat sejajar dengan profesi lainnya karena masih kurang dikenal masyarakat, lembaga pendidikan tinggi disain belum menjadi pilihan studi sehingga peminat dan jumlah mahasiswanya tergolong minim," kata Gamal.

Jakarta (B2B) - Concerns over ability of Indonesian brand to compete with foreign products become the main focus in the dialogue of Desproyers Gathering # 2 in the Faculty of Art and Design or FSRD Jakarta's Trisakti University.

"Brand is more important than the product, if the brand or logo removed from Nike or Adidas, are we still recognize it? Brand known and liked because of loyalty, consumers will say I only want it, not the other brands," said Singgih Susilo Kartono, innovators Magno , radio made of wood known to foreign countries, in the dialogue which was attended by over 50 designer products here recently.

Mr Kartono remind create brand is not easy, as he recounted his experience develops Magno, "do not quickly say my product is the best, because the determiner is consumers who decide to buy."

Another speaker was Nara Ardanto with products Lampu Arts, Sakti Makki that carries the brand Makki Makki, and Isti Dhaniswari known as design forecasting. Also present the product designers of Astra Honda Motor (AHM), Arniss, Panasonic, Blue Lounge, wood sunglasses brand Kabau, Isuzu, and students from Jakarta's Trisakti University.

Mr Kartono also delivered some interesting joke about the brand, such as consumer preference for Avanza or Xenia, tricks of the merchant bread in Jakarta, which presents its products in five flavors in order to maintain customer loyalty.

Dean of the Faculty of Art and Design, Gamal Rudiyanto said the aim of of discussion to share experiences targeting business opportunities in the the design of industrial products, and support the government develops the creative industry.

"The main concern, this profession still not appreciated compared to other professions because it is less known to the public, higher education institutions is not an option so that the number of students is not as much as in other faculties," Mr Rudiyanto said.