Polis Asuransi, Modus Baru Suap kepada Pejabat Bea & Cukai
New Modus, Bribe Customs and Excise Official with Insurance Policies
Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Terungkap modus operandi baru dalam pemberian suap atau gratifikasi melalui polis asuransi. Tujuannya, mengaburkan atau mengalihkan tindak pidana pencucian uang yang bisa diklaim kapan saja oleh penerima polis asuransi.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri mengungkap modus baru tersebut dari aksi suap oleh Komisaris PT Tanjung Utama Jati, Yusron Arif (YA) dengan memberikan 11 polis asuransi kepada Kepala Sub Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Heru Sulistyono (HS).
Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Direktorat Tindak Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Komisari Besar Agung Setya mengatakan, YA berupaya menghilangkan jejak pemberian gratifikasi melalui polis asuransi kepada HS.
Ke-11 polis asuransi untuk HS, kata Agung, setiap polis asuransi bernilai Rp400 juta hingga Rp500 juta dan dapat diklaim kapan saja oleh penerima polis asuransi yakni HS.
"Namun polis asuransi ini sudah dicairkan oleh HS sebelum jatuh tempo, sehingga terkena penalti sebesar Rp1,2 miliar. Heru tidak rugi karena diduga telah mencairkan polis asuransi senilai Rp5 miliar," kata Agung Setya kepada pers di Jakarta, Selasa (29/10).
Barang Bukti
HS diduga telah menerima sejumlah uang dan barang dari YA atas nama ´office boy´ dan tukang kebun maupun nama sejumlah orang kepercayaan YA.
Menurut Agung, saat HS ditangkap telah didapati sejumlah barang bukti meliputi polis asuransi, buku tabungan bank, dokumen transaksi, dokumen perusahaan, satu unit "air soft gun", enam unit telepon genggam dan dua unit mobil, yakni Ford Everest dan Nissan Terano.
HS mendapat gratifikasi karena berperan memberikan usulan untuk membuat 10 perusahaan yang ditutup operasinya sebelum satu tahun agar tidak terkena audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ke-10 perusahaan tersebut bergerak di bisnis mainan, aksesoris, suku cadang mesin, bijih plastik dan lainnya yang seharusnya diaudit.
Diketahui bahwa YA hanya memiliki satu perusahaan yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yakni PT Tanjung Utama Jati.
"Modusnya, dia tutup perusahaan lama dan membuat perusahaan baru agar tidak ditemukan," ungkap Agung.
Didukung PPATK
Menurutnya, pengungkapan modus polis asuransi dan lainnya oleh YA hasil dari penyelidikan selama satu bulan yang didukung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah menduga ada informasi tersebut satu tahun lalu.
Agung mengatakan akan menelusuri sejauh mana tindak kejahatan tersebut menghasilkan satu kekayaan, termasuk rumah baru HS di kawasan Serpong, Tangerang.
HS ditangkap di rumahnya, di Jl H Aselih RT 11/RW 01 Nomor 49 Ciganjur, Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Selasa pagi (29/10 ) pukul 08.00 WIB.
Kedua tersangka terancam terjerat pasal 3, 5 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta pasal 5 ayat 2 dan pasal 12 huruf (a) (b) UU 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 dan 56 KUHP.
Jakarta (B2B) - Revealed a new modus operandi to bribe or gratification through insurance policies. The goal, obscure or divert that money laundering can be claimed at any time by beneficiaries insurance policies.
Criminal Investigation Department (Crime) National Police Headquarters unveil the new modus operandi of bribery by a commissioner of PT Tanjung Utama Jati, Yusron Arif (YA) to provide 11 insurance policies to the Head of Sub Directorate of Enforcement and Investigation Main Office of Customs and Excise Tax Type A of Tanjung Priok, Heru Sulistyono (HS).
Head of Sub Directorate of Money Laundering (AML) in the Directorate of Special Economic Act Criminal Investigation Police Headquarters, Senior Commissioner Agung Setya said, YA would like to eliminate traces of gratification through the insurance policies for HS.
The 11 insurance policies for HS, Agung said, each insurance policies worth Rp400 million to Rp500 million and can be claimed at any time by beneficiaries insurance policies, ie HS.
"But the insurance policies has been disbursed by the HS before due date, so that penalized Rp1, 2 billion. Heru not lose, because the insurance policy has been cashed till Rp 5 billion," Agung Setya told reporters in Jakarta, Tuesday (29/10).
The Evidence
HS allegedly received money and goods from YA, on behalf of ´office boy´ and gardeners as well as the name of a person which is trusted by YA.
According to Agung, when HS was arrested found some evidence includes insurance policies, bank passbook, transaction documents, corporate documents, an air soft gun, six smartphones and two cars, Ford Everest and Nissan Terano.
HS gets gratification as provide suggestions to make the 10 companies which closed operations before one year, in order to qualify the audit of the Directorate General of Customs and Excise Tax. The 10 companies are moves in the business of toys, accessories, machinery parts, plastic nut, and others that should be audit.
It is known that YA has only one company registered in the Ministry of Law and Human Rights, PT of Tanjung Jati Main.
"His modus, he closed the old company and create a new company in order not to be found," Agung said.
Supported by INTRAC
According to Agung, disclosure modus operandi through insurance policies and other by YA, a one-month investigation was supported by the Center for Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) after being informed that since one year ago.
Agung says it will explore the extent to which acts of corruption to enrich themselves by HS, including new house in Serpong, Tangerang.
HS was arrested at his home, on Jl H Aselih RT Ciganjur 11/RW 01, No. 49, Village Cimpedak, Jagakarsa, South Jakarta on Tuesday morning (29/10) at 08.00 am.
Both suspects threatened entangled Article 3, 5 Law 8/2010 on Money Laundering (AML) and Article 5, Paragraph 2, and Article 12, subparagraph (a) (b) of Law 31/1999 Corruption Act, as amended by Law 20/2001 conjunction with Article 55 and 56 of the Criminal Code.
