Dilematis Pendidikan Gratis di Indonesia

Dilemma of Free Education in Indonesia

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Dilematis Pendidikan Gratis di Indonesia
Menul Teguh Riyanti S.Sn, M.Pd (Foto: B2B/Mya)

 

Menul Teguh Riyanti S.Sn, M.Pd

PENDIDIKAN gratis adalah impian rakyat Indonesia, yang ingin menuntut ilmu. Pendidikan adalah hak dan kewajiban seluruh rakyat Indonesia, sehingga tidak mengenyam pendidikan karena alasan biaya haruslah dipertanyakan. Namun bila ditelisik, biaya adalah komponen utama dalam institusi pendidikan, dan kerap menjadi penentu kualitas dari sekolah/perguruan tinggi tersebut.

Merunut pada UUD 1945 Amandemen IV, dan UU Pendidikan Nasional No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah memegang andil utama dalam memberikan jaminan pendidikan kepada setiap warga negaranya.

Selain beasiswa, disebutkan bahwa pendidikan wajib adalah sembilan tahun, dengan kata lain sampai sekolah menengah pertama (SMP). Bahkan dalam Kartu Indonesia Pintar yang dikeluarkan paska dilantiknya Joko Widodo sebagai Presiden RI ketujuh, siswa yang menolak bersekolah dapat dikenai sanksi. Pada Kartu Indonesia Pintar terdapat kelebihan berupa jaminan pendidikan dalam kurun waktu 12 tahun.

APBN merupakan sumber dana utama dalam kaitannya dengan pendidikan ditambah subsidi. Namun pada bagian manakah dana ini disalurkan di tiap sekolah? Menurut undang-undang yang berlaku, biaya utama yang dimaksud sebagai bantuan ´pendidikan gratis´ adalah biaya operasional, namun biaya ini belum tentu mencakup biaya perbaikan sarana prasarana dan perbaikan mutu. Namun hal itu berpotensi pada pengabaian kesejahteraan SDM di bidang pendidikan, sehingga apabila tidak fokus pada perbaikan mutu pendidikan, akan timbul kekhawatiran pada kualitas lulusan sekolah sama saja dengan sebelum menerima pendidikan gratis.

Apabila dana pendidikan gratis dialokasikan secara tidak tepat, maka peningkatan mutu pendidikan dan SDM-nya akan sulit tercapai. Apabila pemerintah belum mampu membiayai pendidikan gratis yang notabene harus mengorbankan kualitas, akan lebih baik melakukan seleksi bagi para siswa berprestasi atau memberikan subsidi silang antara anak mampu dan tidak mampu seperti diterapkan selama ini oleh sekolah-sekolah swasta.

Faktanya, meskipun ada jargon pendidikan gratis, namun pungutan di sekolah-sekolah masih tetap berlangsung. Alternatif terbaik bagi pemerintah adalah pemerintah mengubah prioritas pembiayaan pendidikan untuk peningkatan mutu, perbaikan sarana dan membantu menyekolahkan siswa menengah ke bawah dan bukan hanya berlaku pada siswa tidak mampu.

 

Menul Teguh Riyanti S.Sn, M.Pd

FREE EDUCATION is the dream of the people of Indonesia who want to study. Education is a right and an obligation for the people, so do not go to school because they do not have money should be questionable. However, when examined, the cost is a major component in the educational institutions, and often determine the quality of a school/university.

Referring to 1945 Constitution Fourth Amendment, and the National Education Law No. 20/2003 on the National Education System, the government providing education for all citizens.

The law mentioned school mandatory nine years, until junior high school. Even in Indonesia Smart Card, which was launched after the inauguration of Joko Widodo as the seventh President of Indonesia, students who refuse go to school can be sanctioned. In Indonesia Smart Card program, the government gave assurance of education for 12 years.

The state budget is the main source for funding education subsidies. But how to distribute it to the schools? According to the law, the budget for ´free education´ is operational costs, but the budget does not yet include the cost of repairing infrastructure and improving the quality of education. Consequently, potentially ignoring the welfare of human resources in the field of education. If not focus on improving the quality of education, sparking concerns on the quality the graduates.

If the distribution is not appropriate funds for free education, improving the quality of education and human resources it will be difficult to achieve. The government should make the selection on the best students, if the government has not been able to fund free education as a whole, or to cross-subsidize the rich students and poor students as applied for by the private schools.

In fact, although there is a free educational jargon, but levies in schools is ongoing. The best alternative for the government is changing the education funding priorities for quality improvement, repair facilities, and help finance the high school students, which does not only apply to the poor students.