ISIS adalah Musuh Bersama, kata Wamenag
Indonesian Deputy of Religious Affairs Says ISIS is Common Enemy
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Pemerintah Indonesia menaytakan bahwa Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merupakan musuh bersama, karena perilakunya yang keras dan tidak sesuai dengan ajaran agama, khususnya Islam.
"ISIS itu harus kita anggap sebagai musuh bersama," kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar kepada pers di arena Musabaqoh Qira'atil Kutub (MQK) Nasional V di Jambi, Rabu.
Nasaruddin menambahkan, saat ini Indonesia dalam kondisi tenang dan diharapkan ISIS tidak lagi membuat kekacauan. Saat ini, lanjutnya, negara Indonesia menjadi panutan negara-negara Islam di seluruh dunia, dan diharapkan tidak diacak-acak lagi.
"Ini sudah nyata-nyata bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini menjadi idola seluruh negara-negara Islam, ya jangan diacak-acak lagi," jelasnya.
Ia menyebut ISIS tidak mensyukuri nikmat Tuhan, dirinya juga tidak mengetahui apa yang dicari kelompok ISIS itu. "Itu namanya kurang mensyukuri nikamat Tuhan, mereka mau mencari apalagi, NKRI ini sudah berjasa untuk bangsa, baik dari sudut ekonomi, sudut pandang keamanan, politik dan lainnya," katanya. (Ant)
Jambi (B2B) - The radical Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) group is a common enemy because of its violent conduct, which is not in accordance with Islamic teachings.
"ISIS is our common enemy. Indonesia is a peaceful country, and ISIS should not create chaos," Indonesian Deputy Minister of Religious Affairs Nasaruddin Umar said in the sidelines of the 5th national Quran reading competition here on Wednesday.
He emphasized that Indonesia was the example of religious tolerance and harmony for other Islamic countries around the world, and therefore, ISIS had no right to create chaos and disorder in this country.
Earlier, Minister of Religious Affairs Lukman Hakim Saifuddin noted that Islamic boarding schools, locally known as "pesantren" or "pondok pesantren", do not teach radical ideologies such as that followed by ISIS.
"It is not possible for radicalism to be taught in pesantren. If any educational institution has been teaching radicalism in the name of pesantren, it is definitely not pesantren," the minister emphasized here on Saturday.
