Kapolda Bali `Cengengesan` kata Media Asing, ketika Duo Bali Nine Harap-harap Cemas

While Bali Nine Smugglers Sweat Their Impending Execution, Bali`s Police Chief Can`t Stop Giggling

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Kapolda Bali `Cengengesan` kata Media Asing, ketika Duo Bali Nine Harap-harap Cemas
Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Bali, Inspektur Jenderal Benny Mokalu rapat koordinasi dengan pejabat terkait di provinsi Bali, dan dua terpidana mati Bali Nine (insert kanan) Foto2: MailOnline

MEDIA ASING, MailOnline menurunkan laporan tentang nasib dua terpidana mati asal Australia sedang harap-harap cemas, tapi seorang petinggi Polri (disebutnya petinggi militer) masih punya waktu untuk cengengesan alias tertawa dan bercanda pada Rabu.

Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Bali, Inspektur Jenderal Benny Mokalu mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Denpasar untuk melakukan rapat koordinasi dengan pejabat terkait menyangkut pemindahan duo terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Bali ke Lapas Nusakambangan menjelang eksekusi mati keduanya.

Meskipun situasinya tidak mendukung, senyum dan tawa Irjen Mokalu tidak memperlihatkan kekhawatiran ketika disambut oleh pejabat daerah di Bali. Dia bahkan tertawa dan bercanda dengan para pejabat selama pertemuan berlangsung.

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengajukan banding ke Indonesia dengan mengungkit bantuan Australia pada bencana tsunami 2004 saat Abbot berupaya keras menyelamatkan nyawa terpidana mati Chan dan Sukumaran.

Penyelundup narkoba yang dijuluki Bali Nine akan menghadapi regu tembak bulan ini meskipun pemerintah Australia terus memohon pengampunan, tapi pemindahan mereka yang dijadwalkan pekan ini ke Lapas Nusakambangan untuk eksekusi ditunda pada Selasa karena pihak berwenang Indonesia akan membangun sel penjara baru dengan pengamanan ekstra ketat.

Kepala Kejaksaan Agung M Prasteyo mengatakan penundaan juga memungkinkan kedua terpidana mati untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga mereka sebelum eksekusi berlangsung.

Mr Abbott mengatakan pada Rabu dia akan 'menekan secara pribadi' kepada Presiden RI Joko Widodo.

"Australia mengirim bantuan miliaran dolar," kata PM Tony Abbott, mengacu pada bantuan tsunami ke Aceh.

"Saya akan mengatakan kepada orang-orang Indonesia dan pemerintah Indonesia - kita di Australia yang selalu siap membantu dan kami berharap bahwa Anda mungkin membalas dengan cara yang sama pada saat ini."

Mr Abbott mengatakan dia tidak ingin merusak hubungan Australia dengan Indonesia.

"Tapi saya harus mengatakan bahwa kita tidak bisa mengabaikan hal semacam ini -. Jika representasi yang masuk akal bahwa upaya Australia ternyata diabaikan oleh Indonesia."

Menteri Luar Negeri Julie Bishop menolak pernyataan dari koleganya di Indonesia, Menlu Retno Marsudi bahwa eksekusi mati adalah 'murni masalah penegakan hukum'.

"Indonesia sendiri mengajukan permohonan ampun kepada pemerintah negara lain terkait eksekusi mati warga negara mereka yang menghadapi eksekusi mati di mati di luar negeri," kata Bishop.

Pengacara Chan dan Sukumaran akan ke pengadilan Selasa pekan depan untuk mengajukan keberatan dan menuding Presiden RI Joko Widodo melanggar hukum karena menolak permintaan grasi klien mereka.

Pemimpin Oposisi Bill Shorten mengatakan penundaan eksekusi mati memberi peluang bagi pemerintah Indonesia dan pengacara terpidana untuk mempertimbangkan opsi lain.

Profesor Philip Alston, penasihat khusus PBB terkait hukuman mati mengatakan penundaan itu menggembirakan.

"Semakin banyak tersedia waktu, lebih banyak kesempatan untuk membujuk presiden Widodo bahwa ini tidak layak," katanya kepada radio ABC.

TWO AUSTRALIAN lives are at stake, but one high-ranking Indonesian military official still had time for a laugh and a joke on Wednesday.

Bali police chief General Benny Mokalu visited Denpasar Penitentiary to have a coordination meeting with other officials about the transfer of Andrew Chan and Myuran Sukumaran from the prison to Nusakambangan island ahead of their execution.

Despite the enormity of the situation a smiling General Mokalu did not seem particularly concerned as he greeted local authorities. He even shared a laugh and a joke with officials during the meeting.

Earlier Prime Minister Tony Abbott appealed to Indonesia to remember Australia's help after the 2004 tsunami as he stepped up efforts to save the lives of death row inmates Chan and Sukumaran.

The Bali Nine drug trafficking ringleaders are due to face the firing squad this month despite repeated pleas from the Australian government but their scheduled transfer this week to the island prison of Nusakambangan for execution was delayed on Tuesday so authorities can build extra holding cells.

A spokesman for Indonesian Attorney-General Muhammad Prasteyo says the delay also allows the pair to spend more time with their families.

Mr Abbott said on Wednesday he was making the 'strongest possible personal representations' to Indonesian President Joko Widodo.

'Australia sent a billion dollars worth of assistance,' Mr Abbott said, referring to the Asian tsunami relief effort.

'I would say to the Indonesian people and the Indonesian government - we in Australia are always there to help you and we hope that you might reciprocate in this way at this time.'

Mr Abbott said he did not want to prejudice Australia's relations with Indonesia.

'But I've got to say that we can't just ignore this kind of thing - if the perfectly reasonable representations that we are making to Indonesia are ignored by them.'

Foreign Minister Julie Bishop rejected comments made by her Indonesian counterpart Retno Marsudi that it was 'purely a law enforcement issue'.

'Indonesia itself makes representations to other governments to stay executions of their nationals who find themselves on death row in countries overseas,' Ms Bishop said.

Lawyers for Chan and Sukumaran will go to court next Tuesday to argue their claim that the Indonesian president did not follow the rules in rejecting their clemency bids.

Opposition Leader Bill Shorten said the delay provided an opportunity for the government and lawyers to consider their options.

Professor Philip Alston, a United Nations special adviser on the death penalty, said the delay was encouraging.

'The more time there is, the more opportunity to persuade president Widodo that this is not worth it,' he told ABC radio.