Kedelapan Terpidana Mati Menolak Ditutup Mata Saat Dieksekusi

All Eight Death Row Prisoners Refused to Wear Blindfolds as They were Killed

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Kedelapan Terpidana Mati Menolak Ditutup Mata Saat Dieksekusi
Andrew Chan menikahi Febyanti Herewila sebelum dieksekusi (kiri atas) peti jenazah terpidana mati (kiri bawah) mobil ambulans yang membawa jenazah setelah eksekusi mati (Foto2: MailOnline)

KEDELAPAN terpidana mati termasuk Andrew Chan dan Myuran Sukumaran diikat ke tiang sebelum ditembak oleh regu tembak, masing-masing terpidana dieksekusi oleh 12 penembak, pada Rabu dini hari.

Kedelapan terpidana mati menolak mengenakan penutup mata menjelang ajal di hadapan regu tembak, seraya berdoa menurut keyakinan masing-masing, menurut pendeta yang mendampingi mereka saat dieksekusi.

Pendeta kelahiran Irlandia Charlie Burrows, yang berada di lokasi eksekusi, mengatakan mereka diikat pada tiang dan terpisah empat meter di antara para terpidana mati.

"Ketika mereka diikat di tiang kayu mereka bernyanyi memuji Tuhan dan kami berada di tenda tidak jauh lokasi eksekusi untuk mendukung mereka," kata Pendeta Burrows, rohaniwan yang mendampingi terpidana mati asal Brasil, kepada News Corp seperti dilansir MailOnline.

Selanjutnya, ambulans membawa jenazah Chan dan Sukumaran ke Jakarta setelah melakukan perjalanan selama 10 jam dari Cilacap, pada Rabu sore. Konvoi polisi kemudian membawa jenazah ke rumah duka di Jakarta. Sebelum kedua jenazah diterbangkan ke Australia.

Keluarga Chan dan Sukumaran bergabung dengan konvoi bus di belakang ambulans yang membawa peti mati para terpidana mati, yang menempuh perjalanan 10 jam ke Jakarta.

Diperlukan waktu 27 menit bagi otoritas untuk mengkonfirmasi kematian mereka. Media lokal mengutip seorang pejabat mengatakan mereka 'ditembak pada pukul 00:35 dan dinyatakan tewas pada pukul 01:02.

Selain Chan dan Sukumaran terpidana mati yang dieksekusi adalah Zainal Abidin dari Indonesia, Rodrigo Gularte dari Brasil, tiga warga Nigeria yakni Sylvester Obiekwe Nwolise, Raheem Agbaje Salami dan Okwudili Oyatanze, dan warga Ghana Martin Anderson.

Polisi bersenjata berbaris jalan di dekat pelabuhan Cilacap ketika ambulans membawa peti jenazah mati dari terpidana mati diangkut melalui kerumunan warga lokal dan media internasional lebih dari empat jam setelah mereka dieksekusi.

Seluruh jenazah dimandikan dan secara resmi diidentifikasi oleh pejabat konsuler sebelum dimuat ke dalam peti mati dan diangkut keluar dari Pulau Nusakambangan.

Dua peti mati dengan salib kayu dikeluarkan dari kapal feri pertama diikuti mobil dengan staf konsuler Australia.

Konsul Jenderal Majel Hind, dan pengacara Chan dan Sukumaran Julian McMahon dan rohaniawan Christie Buckingham dan David Soper meninggalkan pelabuhan setelah konvoi ambulans dan polisi.

Keluarga Chan dan Sukumaran mengeluarkan pernyataan setelah eksekusi.

"Hari ini kami kehilangan Myuran dan Andrew. Anak-anak kami, saudara-saudara kami," kata mereka.

"Dalam sepuluh tahun sejak mereka ditangkap, mereka melakukan semua hal yang mereka bisa untuk menebus kesalahan, membantu banyak orang lain. Mereka meminta pengampunan, tapi tidak dikabulkan.

"Mereka sangat berterima kasih atas semua dukungan yang mereka terima. kami juga, kami akan selamanya berterima kasih."

Sukumaran berjanji untuk menghadapi regu tembak dengan 'kekuatan dan martabat' dan berencana untuk ditembak mati tanpa penutup mata. Makanan terakhir mereka adalah ayam goreng KFC.

Mary Jane Fiesta Veloso - terpidana mati asal Filipina yang merupakan terpidana kesembilan - terhindar dari eksekusi setelah informasi baru muncul tentang kasusnya.

Keluarga Chan dan Sukumaran menginap di sebuah hotel di Cilacap saat eksekusi mati terjadi.

Beberapa kerabat yang berada di Nusakambangan dilaporkan mendengar desing tembakan para penembak dan hal itu membuat mereka 'histeris'.

Salah satu pengacara Bali Nine, Todung Mulya Lubis, mengakui tewasnya kedua warga Australia sebagai kegagalan pribadi.

'Saya gagal. Saya kalah," tulisnya melalui media sosial. 'Saya minta maaf.'

REFORMED BALI Nine ringleaders Andrew Chan and Myuran Sukumaran and their six fellow death row prisoners were tied to crosses with cable ties before being shot by a 12-member firing squad in the early hours of Wednesday morning.

All eight men refused to wear blind-folds as they spent their last minutes of life praying, praising God and singing songs including Amazing Grace, according to the pastors who were with them in their final hours.

Irish-born priest Charlie Burrows, who was present at the executions, said the men were tied up about four metres apart from one another.

'When they were being put on the cross for execution they were singing on the crosses and we were in a tent not too far away from the execution place trying to support them,' Father Burrows, spiritual advisor to the Brazilian man executed, told News Corp.

The white ambulances carrying the bodies of Chan and Sukumaran arrived in Jarkarta after making the 10-hour journey from Cilacap on Wednesday afternoon. The police convoy then brought the bodies to a funeral house in the city. From here the bodies will be flown back to Sydney.  

Members of the Chan and Sukumaran families have joined a convoy of buses travelling behind the ambulances that are carrying the executed men's coffins, as they make the 10-hour journey to Jakarta.

It took 27 minutes for authorities to confirm their deaths. Local media quoted an official saying they were 'shot at 00.35 and died at 01.02'.

The others executed were Indonesian Zainal Abidin, Brazilian Rodrigo Gularte, Nigerians Sylvester Obiekwe Nwolise, Raheem Agbaje Salami and Okwudili Oyatanze, and Ghanaian Martin Anderson. 

Armed police lined the road at nearby Cilacap port as the ambulances carrying the coffins of the executed men were transported through a crowd of local residents and international media more than four hours after they were killed.

The bodies were washed and formally identified by consular officials before being loaded into the coffins and transported from Nusakambangan Island.

Two coffins with wooden crosses came off the ferry first followed by a car with Australian consular staff.

Consul general Majel Hind, Chan and Sukumaran's lawyer Julian McMahon and their spiritual guides Christie Buckingham and David Soper left the port shortly after the convoy of ambulances and police.

The families of Chan and Sukumaran released a statement following the executions.

'Today we lost Myuran and Andrew. Our sons, our brothers,' they said.

'In the ten years since they were arrested, they did all they could to make amends, helping many others. They asked for mercy, but there was none.

'They were immensely grateful for all the support they received. we too, will be forever grateful.'

Sukumaran had pledged to face the firing squad with 'strength and dignity' and was planning to go without a blindfold. The pair's last meal were buckets of KFC.

Mary Jane Fiesta Veloso - the Filipino drug mule who was the ninth convict sentenced to death - was spared after new information emerged about her case.

The Chan and Sukumaran families were staying together in a hotel in Cilacap when the murders occurred.

Some relatives who were on the island reportedly heard the deadly shots ringing out and 'became hysterical'.

One of the lawyers for the Bali Nine, Todung Mulya Lubis, saw the loss of the young Australian men as a personal failure.

'I failed. I lost,' he wrote on social media. 'I am sorry'.