Amnesti Internasional Tuding Eksekusi Mati Terpidana Narkoba, Akibat Lemahnya Hukum Pidana

Indonesian Executions Expose "Weak" Justice System, Says Amnesty

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Amnesti Internasional Tuding Eksekusi Mati Terpidana Narkoba, Akibat Lemahnya Hukum Pidana
Foto: istimewa

Jakarta (B2B) - Indonesia dituding melanggar hukum hak asasi manusia internasional dengan mengeksekusi 14 pengedar narkoba tahun ini, hal itu memperlihatkan sistem peradilan pidana yang lemah, kata Amnesti International pada Kamis.

Indonesia, salah satu pasar terbesar narkoba di kawasan Asia, menerapkan hukuman berat bagi penyalahgunaan narkoba tetapi sejak 2008 tidak menerapkan hukuman mati selama lima tahun.

"Dimulainya kembali eksekusi mati di Indonesia merupakan langkah mundur atas kemajuan Indonesia terhadap penghapusan hukuman mati, yang mengungkap kelemahan sistem peradilan pidananya," kata Amnesty seperti dikutip Reuters yang dilansir MailOnline.

Amnesti Internasional meminta pemerintah Indonesia untuk menerapkan moratorium "sebagai langkah pertama menuju penghapusan hukuman mati".

Laporan yang diterima Amnesti menyebutkan bahwa empat dari terpidana mati "tidak didampingi penasihat hukum pada saat penangkapan hingga menjalani persidangan proses banding. Sebagian besar dari 14 terpidana mati narkoba di Indonesia adalah warga asing.

Presiden Joko Widodo berulang kali menegaskan komitmennya untuk menolak permohonan grasi untuk pengedar narkoba sejak ia menjabat tahun lalu, dengan menyatakan "darurat narkoba" yang katanya membunuh sedikitnya 40 orang per hari. Para peneliti mempertanyakan kebenaran dari jumlah korban tewas akibat narkoba.

Jakarta - Indonesia violated international human rights laws by executing 14 drug offenders this year, exposing its weak criminal justice system, Amnesty International said on Thursday.

Indonesia, one of the region's biggest markets for narcotics, has harsh penalties for drug crimes but in 2008 put a hold on the use of the death penalty for five years.

"The resumption of executions in Indonesia represents a U-turn on the country's achievements towards abolition and exposes the weakness of its criminal justice system," Amnesty said.

It called on the government to reinstate the moratorium "as a first step towards abolition of the death penalty".

The report said four of the executed prisoners "did not have access to legal counsel from the time of arrest and at different stages of their trial and appeals". Most of the 14 were foreigners.

President Joko Widodo has been unwavering in rejecting clemency pleas for drug traffickers since he took office last year, citing a "narcotics emergency" that he says is killing at least 40 people a day. Researchers have questioned the reliability of those figures.