Bandung, Jawa Barat (B2B) - Pemerintah RI membutuhkan pejabat fungsional pengawas untuk mendukung pengawasan koperasi, dan bukan sekadar pegawai yang dibatasi pembagian waktu kerja pada dinas koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM membentuk satuan tugas (Satgas) di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi sebagai langkah transisi dalam pengawasan terhadap lebih 200.000 unit koperasi di seluruh Indonesia.

Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM, Meliadi Sembiring mengatakan kegiatan prioritas dari pihaknya saat ini melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) dan Kementerian Dalam Negeri untuk pembentukan pejabat fungsional pengawas koperasi, dan telaah jabatan fungsional pengawas koperasi.

"Deputi bidang pengawasan baru bertugas enam bulan dan banyak pe-er (pekerjaan rumah) dan selama ini tidak ada pengawasan terhadap lebih 200 ribu unit koperasi, dan saya senang dinas koperasi di Jawa Barat tengah menyesuaikan diri melalui restrukturisasi organisasi untuk mengantisipasi pentingnya pengawasan koperasi," kata Meliadi Sembiring di Bandung pada Jumat (5/8) ketika membuka Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Satgas Pengawasan Koperasi di Provinsi Jawa Barat.

"Kegiatan pengawasan tidak mudah, misalnya kalau dinas koperasinya tipe C berarti hanya ditangani oleh tiga orang, dan ini menjadi masalah, karena tugas pengawasan menuntut kualitas dan kuantitas dari petugas pengawas," kata Meliadi.

Tampak hadir Kepala Dinas Koperasi Provinsi Jawa Barat, Dudi Sudrajat Abdulrahim anggota majelis pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Indra Fahmi; akademisi koperasi Soebroto Hadisoegondo dan akademisi koperasi dari Universitas Diponegoro, Edy Rahardja; Sekretaris Deputi Pengawasan Koperasi, Daniel Asnur; dan Kepala Bagian Umum Deputi Pengawasan, Rudy Witjaksono.

Dia memaparkan tentang pembagian kewenangan yang diatur pada UU No 9/2015 bahwa pengawasan usaha simpan pinjam oleh koperasi dilakukan oleh pejabat yang mengesahkan badan hukum koperasi. Maksudnya, koperasi primer nasional oleh kementerian, koperasi primer provinsi oleh dinas yang membidangi kopersi di tingkat provinsi, dan koperasi primer kabupaten/kota oleh dinas terkait di tingkat kabupaten/kota.

"Kalau sekadar pegawai pengawas yang tugasnya bergilir setiap minggu, bisa dibayangkan repotnya ketika kami melakukan koordinasi. Misalnya, minggu ini ketemu si A, lalu minggu depan harus kenalan dulu dengan si B sebelum koordinasi dan terpaksa memulainya dari awal lagi, minggu berikutnya lain lagi orangnya," kata Meliadi.

Menurut Meliadi, pejabat fungsional pengawasan sangat penting karena dituntut kompetensinya sebagai pengawas sekaligus pembina yang harus memahami semua peraturan yang berlaku terkait perkoperasian, manajemen koperasi, pengelolaan usaha koperasi, dan mampu menganalisa tentang pelaporan keuangan koperasi.

Sementara pengawasan koperasi meliputi aspek aktif dan pasif, dilakukan secara rutin dan sewaktu-waktu, bersifat preventif dan represif. Hasil pengawasan ditindaklanjuti dengan menyusun rekomendasi dan pembinaan lebih lanjut, apabila laporan hasil pengawasan tidak bisa diperbaiki maka harus dikeluarkan sanksi administratif mulai dari tahap teguran, larangan menjalankan fungsi sebagai pengurus atau pengawas koperasi, pencabutan ijin usaha hingga pembubaran koperasi oleh menteri.

"Apabila terdapat indikasi tindak pidana, menteri berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Dari uraian tersebut dapat diketahui bagaimana kompleksnya kegiatan pengawasan yang menuntut kehadiran pejabat fungsional yang bertugas permanen dan pembentukan Satgas merupakan langkah transisi," kata Meliadi.