DPR 2014-2019, 242 Anggotanya Punya Catatan Buruk

242 of Indonesian House Members Have Bad Records, Kontras Says

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


DPR 2014-2019, 242 Anggotanya Punya Catatan Buruk
Foto: e-flux.com

Jakarta (B2B) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat sebanyak 242 anggota dewan terpilih yang kini duduk di bangku Senayan merupakan sejumlah orang yang memiliki berbagai catatan kelam.

Deputi Kontras Farah Fathurrami mengatakan, berdasarkan catatan yang dimiliki Kontras, anggota DPR yang memiliki catatan buruk tersebut berasal dari Fraksi PDIP (57 orang), Fraksi Partai Golkar (44 orang), Fraksi Partai Demokrat (37 orang), Fraksi Partai Gerindra (24 orang), Fraksi PPP (20 orang, Fraksi PKS (18 orang), Fraksi PAN (16 orang), Fraksi PKB (11 orang) dan Fraksi Partai NasDem (9 orang).

"Dari 242 anggota dewan mayoritas terindikasi kasus korupsi," kata Farah di Kontras, Jakarta Pusat, kemarin.

Farah pun mengungkapkan, sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan para anggota dewan di antaranya pernah tercatat menjadi terdakwa kasus korupsi, pernah menjadi terperiksa KPK, Polisi dan Kejaksaan terkait kasus korupsi.

Dugaan pelanggaran lainnya, lanjut dia, pernah menjadi tersangka kasus korupsi, diduga terlibat kasus korupsi, aktif membela terdakwa kasus korupsi, pernah melakukan pelanggaran hak asasi manusia, pernah terlibat kasus tindak pidana, pernah terlibat kasus pelanggaran pemilu dan pernah menerima sanksi etik oleh BK DPR.

"Hingga memiliki catatan absen yang buruk semasa menjabat sebagai anggota DPR pada periode sebelumnya," tandas dia.

Terkait kasus korupsi, lanjut dia, Kontras mencatat sedikitnya ada 160 nama yang kini berhasil duduk di DPR. Bahkan, lima nama tercatat mereka yang pernah menjadi terdakwa dalam sejumlah kasus korupsi meski telah resmi dibebaskan yakni Rachmat Hidayat (PDIP), Mukhamad Misbakhun (Golkar), Azam Azman Natawijana (Demokrat), Krisna Mukti (PKB) dan Achmad Dimyati Natakusumah (PPP).

Kemudian, terdapat 16 nama yang pernah menjadi tersangka kasus korupsi serta 63 orang yang pernah diperiksa oleh KPK, Polisi hingga kejaksaan terkait kasus korupsi. Serta 76 nama yang diduga terlibat kasus korupsi.

"Kontras juga menemukan empat nama anggota DPR yang cukup getol membela terdakwa kasus korupsi, seperti Rufinus Hotmaulana Hutauruk (Hanura), Junimart Girsang (PDIP), John Kenedy Azis (Golkar) dan Heri Gunawan (Gerindra)," beber dia.

Selain diduga terlibat kasus korupsi, catatan buruk lainnya yang dilakukan anggota DPR periode ini yakni dugaan terlibat dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti yang dialami Mukhamad Misbakhun (Golkar) dan Tifatul Sembiring (PKS) yang pernah terlibat dalam kasus pelanggaran hak berekspresi di Indonesia, Ahmad Noor Supit (Golkar) anggota pansus Trisakti dan semanggi II yang dianggap tidak memiliki komitmen dalam penegakan HAM, Mulyadi (Demokrat) yang pernah terlibat kasus intimidasi terhadp jurnalis, hingga sejumlah nama lainnya yang diduga pernah melontarkan pernyataan bernuansa rasis dan melecehkan martabat perempuan.

Dugaan pelanggaran lain tercatat 19 nama pernah terlibat dalam kasus tindak pidana seperti pengeroyokan, pemukulan, intimidasi hingga penipuan. Serta 38 nama terlibat dalam kasus pelanggaran pemilu dalam Pemilu Legislatif lalu, seperti dugaan terlibat politik uang, pemasangan alat praga kampanye sebelum masa kampanye, hingga eksploitasi anak dibawah umur.

"Sedangkan 16 nama tercatat pernah menerima hukuman dari badan kehormatan (BK) DPR, dan 52 nama memiliki catatan absensi yang buruk," tambah di.

Jakarta (B2B) - Indonesian Commission for Missing Persons and Victims of Violence (Kontras) said it surveys found many of the new members of Parliament have bad records. At least 242 of them are suspected of being involved in criminal cases and violation of human rights before they won the parliamentary seats."

Deputy Chairman of Kontras, Farah Fathurrami said 57 of them are from Indonesian Democratic Party-Struggle (PDI-P),

PDIP which won the largest parliamentary seats, 44 from Golkar Party is the second largest party, 37 from Democratic Party, 24 from the Great Indonesia Movement Party (Gerindra), 20 from The United Development Party (PPP), 18 from The Prosperous Justice Party (PKS), 16 from the National Mandate Party (PAN), 11 from the The National Awakening Party (PKB) and 9 from the National Democratic Party (Nasdem).

Based on a survey by Kontras most or at least 160 of them were involved or implicated in corruption cases, he said.

"Five of them -- Achmad Dimyati Matakusumah, Rachmat Hidayat, Mukhamad Misbakhun, Azam Azman Natawijana and Krisna Mukti, were indicted in corruption cases although finally acquitted," he said.

He said that the legislators with the bad record are feared to have taken part in designing regulations to lead the countrys democracy to the system adopted by the New Order era.

He referred to the recent revision of the regional elections with provincial governors and leaders of lower government administrations elected by the regional legislative assemblies instead of directly by the people.

After ten years adopting direct elections by the people, the parliament, amend the election law that gave the right to elect regional leaders to the regional legislative assemblies.

The revision that has triggered a big controversy has been initiated and supported by the coalition that dominates the parliament.

A number of political parties and non governmental organizations have brought the case to the Constitutional Court seeking judicial review.

"There is no other choice for the people that continuing to guard the process of democracy. The law enforces should be bolder and firmer in dealing with corruption and violation of human rights," he said.