Luas Hutan Alam Terus Menyusut Setiap Tahun
Continues Reduce Natural Forest Area of Every Year
Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Luas hutan alam terus menyusut setiap tahun sebagaimana terjadi di Papua. Sementara Penundaan Pemberian Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang dituangkan melalui Inpres No.10 Tahun 2011 atau Inpres Moratorium akan habis masa berlakunya pada Mei 2013 dan belum jelas langkah nyata selanjutnya.
Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mempertanyakan perwujudan komitmen pro-poor dan pro-green pemerintah. Langkah-langkah penyelamatan hutan yang tercantum di Stratnas REDD+ terancam tidak bisa diimplementasikan karena kelembagaan REDD+ sebagaimana dimandatkan di dalamnya bahkan belum terbentuk. Padahal, Satgas REDD+ telah usai masa tugasnya.
Demikian pernyataan tertulis dari 48 LSM dan 9 individu yang tergabung dalam Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global di Jakarta, Senin (28/1).
Berdasarkan analisis PIPIB revisi 3, Greenpeace menemukan terjadi lagi perubahan fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi hutan produksi seluas 339.791 Ha.
Regulasi ini pun belum mampu memperbaiki tata kelola kehutanan Indonesia secara mendasar karena pelaksanaannya dibatasi oleh waktu yang hanya dua tahun.
Hingga saat ini, kawasan hutan yang telah dikukuhkan dan memiliki legalitas status baru sekitar 14%. Selain itu, hingga 2012, hanya 14 propinsi yang telah memiliki Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP).
Padahal, RTRWP berperan penting guna mengontrol sekaligus mengamankan luasan hutan dari sasaran obral perijinan Pemerintah Daerah. Tata kelola yang buruk ini menyebabkan konflik kehutanan terus berkembang.
Dewan Kehutanan Nasional bahkan mencatat terjadinya konflik tenurial pengelolaan kawasan hutan pada 19.420 desa di 33 propinsi seantero Indonesia, seperti yang terjadi di Mesuji, Senyerang, dan Pulau Padang, sementara 31.957 desa di dalam dan di kawasan hutan belum jelas statusnya.
Luasan konflik di sektor kehutanan ini paling tinggi dibandingkan sektor agraria lainnya, yakni mencapai lebih dari 1,2 juta hektar.
Jakarta (B2B) - The area of natural forests continues to shrink every year as happened in Papua. While to Grant Permit Procrastination New and Improved Forest Governance through Presidential Instruction (Instruction) No. 10 of 2011 or Presidential moratorium will expire in May 2013 and the next obvious step is not clear.
Rescue Coalition of Indonesian Forests and Global Climate questioned the commitment of pro-poor and pro-green government. Forest saving measures listed threatened Stratnas REDD + could not be implemented due to institutional REDD + as mandated in it even yet formed. In fact, the REDD + Task Force has completed its term.
Similarly, a written statement of 48 NGOs and 9 individuals who are members of the Forest Rescue Coalition and the Global Climate in Indonesia Jakarta, Monday (28/1).
Based on the analysis PIPIB revision 3, Greenpeace discovered happened again change the function of protected forest areas into productive forest area of 339,791 ha.
This regulation was not able to improve forest governance is fundamentally Indonesia because their implementation is limited by the time it is only two years old.
Until now, the forest area has been established and has legal status in only about 14%. In addition, until 2012, only 14 provinces that have local regulation Provincial Spatial Plan (RTRWP).
In fact, RTRWP important role to control the forest area as well as securing permits sale of Government targets. Poor governance is causing growing forest conflicts.
National Forestry Council noted even tenurial conflicts forest management on 19,420 villages in 33 provinces throughout Indonesia, as in Mesuji, Senyerang and Padang Island, while the 31,957 villages in the forests and in the uncertain status.
The area of ​​conflict in the forestry sector is high compared to most other agricultural sectors, which reached more than 1.2 million hectares.
