Partai Oposisi Pendukung Prabowo Dominasi Pimpinan DPR
Indonesian Parliament Dominated by Parties that Backed Prabowo Subianto
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
PARA politisi oposisi Indonesia memenangkan posisi kunci di DPR, Kamis, setelah partai pendukung presiden terpilih RI, Joko Widodo memilih walk out saat pemilihan pimpinan DPR, meningkatkan kekhawatiran terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi-JK akan diganjal oleh DPR.
DPR bersidang menetapkan sistem pemilihan baru pimpinan DPR hingga Rabu malam, didominasi oleh partai-partai pendukung Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden bulan Juli, yang dikalahkan Jokowi, pemimpin pertama di Indonesia yang tidak terkait dengan pemerintahan otoriter Soeharto.
Para pendukung Prabowo berupaya keras sejak pekan lalu melalui voting untuk mengubah Pilkada langsung kepala daerah kepada Pilkada oleh DPRD, yang menjadi pukulan berat bagi Jokowi, yang dinilainya sebagai langkah mundur untuk demokrasi di Indonesia yang masih berusia muda.
Partai-partai oposisi di DPR berusaha untuk menjaga momentum pelantikan 560 anggota DPR untuk memastikan partai koalisi Prabowo dapat menguasai pimpinan DPR mulai dari ketua hingga para wakil ketua untuk mendominasi pengesahan RUU menjadi undang-undang di rapat paripurna.
Partai-partai oposisi memaksakan pemilihan pimpinan DPR hingga malam hari, meskipun partai pengusung utama Jokowi, PDIP mendesak agar pemilihan ditunda karena sudah larut malam.
Namun oposisi bersikeras pemilihan harus segera dilakukan, yang mendorong pendukung Jokowi untuk menyerbu podium pada Kamis dini hari, dan lalu memilih walk out karena tidak diberi kesempatan mengajukan keberatan di depan rapat paripurna.
Aksi walk out mendorong oposisi pendukung Prabowo, yang mengendalikan 63 persen kursi di DPR, tanpa perlawanan terhadap pilihan koalisi Prabowo, yang terpilih pada Kamis pagi.
Setya Novanto, tokoh senior dari partai Golkar - parpol pendukung diktator Suharto, yang digulingkan pada 1998 - terpilih sebagai ketua DPR dan tiga politisi oposisi lainnya terpilih sebagai wakil ketua.
Badai politik di Indonesia pun dimulai sebagai pertanda buruk bagi Jokowi, yang akan dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober, karena ia akan membutuhkan dukungan parlemen untuk mendorong reformasi pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk menghidupkan kembali ekonomi dan membantu orang miskin, kata pengamat politik, seperti dilansir Yahoo News.
"Hubungan antara presiden dan parlemen akan ditandai dengan konflik dalam lima tahun mendatang," kata Syamsuddin Haris, seorang pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengacu pada pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan.
INDONESIAN opposition politicians won key posts in parliament Thursday after new leader Joko Widodo's supporters stormed out of a rowdy opening session, heightening fears a divided legislature will hinder his ambitious reforms.
Parliament convened for a new term Wednesday, dominated by parties that backed ex-general Prabowo Subianto in July's presidential election, which he lost to Widodo, the country's first leader without deep roots in the autocratic past.
Prabowo's backers had already flexed their muscles in the final days of the previous parliament last week by voting to abolish the direct election of local leaders, a heavy blow for Widodo who described it as a step back for the young democracy.
They sought to keep up the momentum at the 560-member legislature's opening by ensuring their supporters were chosen as the speaker and four deputy speakers, key figures as they steer debates on new laws.
The opposing sides locked horns in a heated, all-night debate, with the Indonesian Democratic Party of Struggle of Widodo, known by his nickname Jokowi, demanding that the nomination of the posts be delayed due to the late hour.
But the opposition insisted the jobs be picked immediately, prompting Widodo's supporters to storm the speaker's podium in the early hours, and to walk out shortly afterwards.
This left the parties backing Prabowo, which control 63 percent of seats, with no opposition to their choices, which were confirmed early Thursday.
Setya Novanto, a senior figure from the Golkar party -- the former political vehicle of dictator Suharto, who was toppled in 1998 -- was selected as speaker and three other opposition politicians were named as his deputies.
The stormy opening session was a bad omen for Widodo, who will be inaugurated as president on October 20, as he will need parliamentary support to push through reforms aimed at reviving the economy and helping the poor, analysts said.
"The relationship between the president and parliament will be marked by conflict in the coming five years," said Syamsuddin Haris, a political analyst from the Indonesian Institute of Sciences, referring to the length of Widodo's term.
