Singapura Akan Kejar Perusahaan Pelaku Karhutla di Indonesia, kata Media Asing
Singapore to Pursue Firms over Fires, Despite Indonesian Ire
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
SINGAPURA bertekad akan meneruskan upayanya untuk mengejar perusahaan yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda beberapa negara di Asia Tenggara tahun lalu, meskipun begitu upaya Singapura untuk membawa para pelakunya ke pengadilan telah dikecam oleh Indonesia.
Kebakaran hutan adalah bagian dari masalah musim kemarau tahunan di Indonesia, yang dilakukan untuk menghemat biaya dan mempercepat upaya pembukaan lahan perkebunan - terutama untuk kepala sawit dan kepentingan perusahaan kertas.
Namun kabut asap tahun lalu dianggap sebagai yang terburuk selama ini, asap menyelimuti udara Malaysia, Singapura, dan sebagian dari Thailand dengan kabut asap pekat dan memaksa penutupan sekolah karena polusi di atas ambang berbahaya dan ribuan orang jatuh sakit.
Singapura telah melayangkan surat kepada enam perusahaan Indonesia yang diyakini melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar tapi juga bisa mengincar pihak lain sesuai hasil investigasi, menurut Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar.
"Kami akan terus mengusut, untuk mencari biang keroknya, para pelaku kejahatan lingkungan yang menyebabkan masalah ini," katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara pekan lalu yang dilansir MailOnline.
Namun, upaya negara kota untuk menghukum perusahaan-perusahaan Indonesia di bawah hukum pelestarian lingkungan memicu reaksi dari Indonesia.
Singapura berpendapat bahwa aturan internasional memungkinkan sebuah negara untuk mengambil tindakan - bahkan jika kerugian ini disebabkan oleh kegiatan di luar yurisdiksinya - tapi Indonesia mempertanyakan bagaimana Singapura bisa mengejar warga negara Indonesia untuk penuntutan, terutama dengan tidak adanya perjanjian ekstradisi yang diratifikasi antara kedua negara.
Ancaman dari Singapura datang setelah mengeluarkan surat perintah pengadilan pada Mei untuk menahan seorang direktur perusahaan Indonesia terkait dengan kabut asap saat ia berada di Singapura.
Setelah itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa dia akan meninjau kerjasama dengan Singapura terkait isu-isu lingkungan.
"Singapura tidak bisa melangkah lebih jauh ke domain hukum Indonesia," kata Siti Nurbaya kepada pers pada Juni. Pejabat Humas di kementeriannya menolak berkomentar lebih lanjut tentang masalah tersebut saat dihubungi.
Dubes Singapura Anil Kumar Nayar menegaskan bahwa Singapura tidak melanggar aturan ketika mengejar perusahaan-perusahaan ini dan posisinya sesuai undang-undang untuk melakukan penegakan hukum.
"Kami tidak melakukan sesuatu yang luar biasa. Hal ini tidak menargetkan negara manapun, atau kedaulatan siapa pun," katanya.
UU di Singapura mengancam perusahaan lokal dan asing dengan denda sampai US$74.000 (hampir Rp1 miliar) per hari atas kabut asap yang melanda Singapura.
Sejauh ini hanya dua perusahaan telah merespon perintah pengadilan, kata Anil Kumar, tanpa menyebut nama perusahaan dimaksud.
Penanganannya Lamban
Singapura telah berulang kali meminta Indonesia untuk mengumumkan nama-nama perusahaan - seperti peta yang menunjukkan siapa yang memiliki konsesi apa - tetapi menurutnya Indonesia belum memberikan informasi apapun.
Singapura akan "terus menekan", kata Anil Kumar, seraya menambahkan terus mencari bukti kuat untuk menuntut perusahaan-perusahaan ini dapat ditemukan dengan cara lain.
"Kami bisa melakukannya dengan cara tertentu, tapi pada akhirnya ini adalah bagian dari proses hukum. Kami ingin bekerja sama dengan pemerintah Indonesia," katanya.
Salah satu argumen utama Indonesia adalah bahwa pendekatan regional untuk memecahkan krisis kabut akan lebih efektif daripada aksi individu.
"Mereka (Singapura) tahu pandangan kami tentang hal ini, bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah kabut asap melalui mekanisme ASEAN," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir kepada AFP.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah bersepakat untuk menetapkan kawasan bebas kabut asap pada 2020, namun hal itu butuh 14 tahun lagi untuk melakukan ratifikasi.
Anil Kumar mengatakan kemajuan ASEAN untuk membatasi kabut berlangsung lamban.
Sesama anggota ASEAN Malaysia, yang juga dilanda kabut asap, telah menyatakan berniat untuk mengadopsi hukum sendiri mirip dengan Singapura untuk mengejar perusahaan bandel perusak lingkungan.
Indonesia berjanji untuk mengambil tindakan yang lebih tegas akibat bencana kabut asap tahun lalu, yang ternyata dampak dari kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan mengakibatkan kerugian US$16 miliar.
Pemerintah RI mengumumkan pada bulan Mei itu tidak lagi memberikan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit, dan mendirikan sebuah badan baru untuk memulihkan jutaan hektar lahan gambut yang kaya karbon dan rentan terhadap kebakaran.
SINGAPORE is refusing to back down in its pursuit of those responsible for haze-belching forest fires in Southeast Asia last year, despite struggling to bring the perpetrators before the courts and drawing a sharp rebuke from neighbouring Indonesia.
Forest fires are part of an annual dry-season problem in Indonesia, started illegally to quickly and cheaply clear land for cultivation -- particularly for palm oil and pulpwood.
But last year's haze outbreak was among the worst in memory, shrouding Malaysia, Singapore, and parts of Thailand in acrid smoke and forcing school closures as pollution reached hazardous levels and thousands fell sick across the region.
Singapore has served notice to six Indonesian companies it believes may have cleared land by burning but could target others as investigations continue, according to Singapore's ambassador to Indonesia Anil Kumar Nayar.
"We are going after, to put it starkly, the bad guys that are causing this problem," he told AFP in an interview last week.
However, the city-state's efforts to punish Indonesian companies under its own anti-haze law have become a flashpoint with Jakarta.
Singapore argues that international rules allow states to take action -- even if harm is being caused by activities outside its jurisdiction -- but Jakarta has questioned how Singapore could pursue Indonesian citizens for prosecution, especially in the absence of a ratified extradition treaty between the neighbours.
The latest sabre-rattling came after Singapore issued a court warrant in May to detain a director of an Indonesian company linked to the haze while he was in the city-state.
Afterwards, Indonesia's Environment Minister Siti Nurbaya Bakar said that she would be reviewing her ministry's cooperation with Singapore on environmental issues.
"Singapore cannot step further into Indonesia's legal domain," Bakar told reporters in June. Her spokesman declined to comment further on the matter when contacted.
Nayar reiterated that Singapore wasn't crossing any line pursuing these companies and was within its rights to enforce its law.
"We are not doing something that is extraordinary. It is not targeting any country, or anybody's sovereignty," he said.
The law threatens local and foreign firms with fines of up to $100,000 Singaporean dollars (US$74,000) for every day Singapore endures unhealthy haze pollution.
So far just two of the companies have responded to the court order, Nayar said, without naming specific firms.
- Slow progress -
Singapore has repeatedly asked Indonesia for details about companies -- such as maps showing who owns what concessions -- but says Jakarta has not provided any information.
Singapore would "continue to press", Nayar said, but added the evidence needed to prosecute these companies could be found by other means.
"We could go that way as well, but at the end of the day this is part of a legal process. We want to be working with the Indonesian government," he said.
One of Indonesia's main arguments is that a regional approach to solving the haze crisis would be more effective than individual action.
"They (Singapore) know our view on this, on how we can best address this issue of haze through the ASEAN mechanism," ministry spokesman Arrmanatha Nasir told AFP.
The Association of Southeast Asian Nations has an agreement to create a haze-free region by 2020, though it took 14 years to be fully ratified.
Nayar says regional progress on curbing haze has been slow.
Fellow ASEAN member Malaysia, which also suffers during the haze outbreaks, has expressed interest in adopting its own law similar to Singapore's to pursue errant companies.
Jakarta has promised tougher action in the wake of last year's haze disaster, which turned skies yellow in Indonesia's part of Borneo island and dealt the economy a $16 billion blow.
The government announced in May it would no longer grant new land for palm oil plantations, and established a new agency to restore millions of hectares of carbon-rich peatlands susceptible to fires.
