Indonesia Punya Otoritas Namakan Kapal Perang dengan Nama Pahlawan
Indonesian Govt has Authority Declaring a Person as a Hero or in Naming Its Naval Ships
Reporter : Rizki Saleh
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Jakarta (B2B) - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menegaskan, pemerintah Indonesia memiliki tatanan, aturan, prosedur dan kriteria penilaian sendiri untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan.
“Dan itu tidak boleh ada intervensi dari negara lain,” kata Djoko seperti dilansir Tribun dari laman khusu Setkab, Kamis (6/2).
Djoko mengatakan hal itu untuk menanggapi kabar keberatan dari Pemerintah Singapura atas penamaan sebuah kapal perang Indonesia menggunakan nama dua marinir yang terlibat pengeboman rumah MacDonald di Orchard Road pada 1965, yaitu KRI Usman Harun.
Sebagaimana diberitakan the Straits Times, Kamis (6/2), juru bicara Kementerian Luar Negeri Singapura kemarin mengatakan Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam sudah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa soal kasus itu. Dia menyatakan penamaan kapal perang buatan Inggris itu bisa melukai perasaan keluarga korban di Singapura.
KRI Usman Harun adalah satu dari tiga kapal perang terbaru milik TNI AL, yang mengambil nama dari Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said, yaitu dua marinir Indonesia yang dinyatakan bersalah atas tuduhan pengeboman yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 warga Singapura lainnya.
Kedua marinir Indonesia itu dinyatakan bersalah dan digantung di Singapura pada 1968. Setelah aksi protes dari mahasiswa Indonesia, kedua jenazah marinir itu akhirnya dipulangkan ke Indonesia dan diberi gelar pahlawan dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta selatan.
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, pemberian kehormatan sebagai pahlawan kepada putra-putri bangsa tentu mempertimbangkan nilai sesuai dengan bobot pengabdian dan pengorbanan mereka-mereka yang "deserve" untuk mendapatkan kehormatan dan gelar itu.
“Bahwa ada persepsi yang berbeda terhadap policy pemerintah RI oleh negara lain (dalam hal ini Singapura) tidak boleh menjadikan kita surut dan gamang untuk tetap melanjutkan policy itu dan memberlakukannya,” jelas Djoko.
Menko Polhukam mengingatkan, bahwa PM Singapura Lee Kuan Yew pada 1973 sudah menabur bunga ke makam Usman dan Harun di TMP Kalibata. Jadi seharusnya sudah tidak ada permasalahan lagi terkait isu ini.
“Tadi siang pukul 14.30 an, saya sudah jelaskan kepada Wakil PM Theo Chee Hean tentang posisi dan argumentasi tersebut,” kata Djoko.
Ia menegaskan, Pemerintah Indonesia dalam hal ini TNI AL punya otoritas dan pertimbangan yang matang untuk memberikan penghormatan kepada pahlawannya untuk d abadikan di sejumlah kapal perang RI, seperti halnya nama-nama pahlawan yang lain.
Jakarta (B2B) - Indonesia follows its own criteria, rules, procedures, and regulations in declaring a person as a hero or in naming its naval ships after its proclaimed heroes, stated a senior minister here on Thursday.
"The Indonesian government, in this case the Indonesian navy (TNI AL), has the authority on this matter and mature contemplation has been carried out before arriving at the decision of naming a number of its warships after the names of its heroes, including Usman Harun, as a mark of respect and dedication," Coordinating Minister for Political, Security, and Legal Affairs Djoko Suyanto noted in response to Singapores protest against the countrys decision to name its new warship as KRI Usman Harun.
Usman and Harun were the members of the Indonesian Marine Corps, earlier known as KKO, who were executed in Singapore on October 17, 1968, after they were convicted of bombing the McDonald House on the Orchard Road, which claimed the lives of three people, during the confrontation with Malaysia in 1965.
Djoko Suyanto pointed out that no other country should interfere in the countrys decision over the issue.
"Certainly, the decision to give them a heros title and honor was made after considering the services they had rendered to the nation," he emphasized.
"Different perceptions towards the governments policy by another country (Singapore) must not discourage or stop us from going ahead with our decision," he added.
The minister stated that in 1973, Singapores then Prime Minister, Lee Kuan Yew, had also paid his tribute at the graves of Usman and Harun at the Hero Cemetery in Kalibata.
"So, this should have not become a problem now. I have already explained to Singapores deputy prime minister, Theo Chee Hean, about the countrys position and argument in this case," he noted.
It was earlier reported that Singapores foreign minister, K. Shanmugam, had complained to Indonesian Foreign Minister Marty Natalegawa about Indonesias decision to name its new naval ship KRI Usman Harun.
As quoted by Channel News Asia, Shanmugam emphasized that the decision had hurt the sentiments of the Singaporean people, especially the families of those killed in the bombing.
