RUU Pilkada Disorot Media Asing, Upaya Kembali ke Era Orde Baru
Indonesian Parliament to Vote on Controversial Election Plan
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
PARA pengunjuk rasa membakar ban di luar gedung DPR Senayan, Jakarta pada Kamis, dalam rapat paripurna DPR untuk memutuskan pembatalan atau melanjutkan pemilihan langsung kepala daerah, seorang demonstran mengingatkan langkah DPR merupakan kemunduran dalam kehidupan demokrasi di Indonesia yang berusia muda.
Legislator dihadapkan pada pilihan untuk mengubah sistem pemilihan langsung walikota, gubernur dan bupati yang dipilih rakyat, atau kembali dipilih oleh DPRD.
Pendukung Pilkada tidak langsung berpendapat bahwa ratusan jajak pendapat yang dilakukan dalam Pilkada di seluruh Indonesia setiap tahun menelan biaya besar dan hanya memberi peluang pada orang kaya untuk memenangkan Pilkada, seperti dilansir Yahoo News.
Namun penentang RUU Pilkada mengatakan langkah DPR merupakan upaya elit Indonesia untuk mengembalikan sistem kekuasaan desentralisasi dari Jakarta setelah jatuhnya diktator Presiden Soeharto pada 1998, dan menilai akan meningkatkan korupsi ketika calon peserta Pilkada harus meminta persetujuan anggota DPRD untuk mengikuti Pilkada.
RUU Pilkada memicu kemarahan rakyat, dan ketika anggota DPR mulai memperdebatkan formula pemilihan, Kamis, sekitar 400 aktivis demokrasi menggelar demonstrasi di luar gedung DPR.
Mereka membakar ban, berteriak dan menggoyang-goyang pintu gerbang DPR yang dijaga oleh ratusan polisi anti huru hara dan kendaraan lapis baja di depan gedung DPR.
"Ini adalah hak rakyat untuk memilih pemimpin mereka," kata Jumhur Hidayat, pimpinan aktivis Gerakan Rakyat untuk Pemilihan Langsung.
"Jika DPRD membuat keputusan, mereka bisa saja dibayar untuk memutuskan siapa yang mereka inginkan, yang akan melayani kepentingan mereka, bukan kepentingan rakyat. Ini akan melemahkan seluruh sistem."
PROTESTERS burnt tyres outside Indonesia´s parliament Thursday as lawmakers were set to decide whether to scrap the direct election of local leaders, a move activists warn will roll back a key reform in the young democracy.
Lawmakers were expected to vote on a proposal that would end the current system of mayors, provincial governors and district heads being chosen by the public, and hand power to local parliaments to pick them.
Supporters argue that the hundreds of polls held across the world´s biggest archipelago nation every few years are enormously costly and in reality only allow the wealthy to win election.
However critics say the move is an attempt by the elite to reverse the decentralisation of power from Jakarta introduced after the downfall of dictator Suharto in 1998, and argue it will increase corruption as would-be leaders may have to strike deals with local MPs.
The proposal has sparked much public anger, and as lawmakers began to debate the measure on Thursday 400 pro-democracy activists staged a noisy demonstration outside parliament.
They burnt tyres, chanted and rattled the gates at the entrance to the legislature, as hundreds of riot police and armoured vehicles guarded the building.
"It is the right of the people to choose their leaders," said Jumhur Hidayat, head of activist group The People´s Movement for Direct Elections.
"If the regional legislatures make the decision, they could just be paid to decide whoever they want, who will serve their interests, not the people´s interests. This will weaken the whole system."
