Pilkada oleh DPRD Khianati Hak Suara Rakyat, Bukan Logika Efisiensi
Indonesia Parliament Mulls Ending Direct Elections for Local Leaders
Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - DPR RI berupaya mengesahkan UU yang mengubah pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada) untuk gubernur dan walikota/bupati untuk dipilih oleh DPRD. Sejumlah protes dan kritik mengarah pada langkah DPR yang dinilai bertujuan melemahkan kemajuan demokrasi di Indonesia dan mendorong politik patronase.
Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini menerapkan pemilihan langsung kepala daerah sejak 2005, yang memberi peluang bagi politisi muda yang tidak terkait dengan elit politik era Orde Baru - seperti presiden terpilih Joko Widodo.
Namun pemilihan langsung juga terbukti berbiaya mahal bagi para kandidatnya, membatasi peluang bagi politisi yang tidak punya 'modal' untuk ikut Pilkada.
"Biaya tinggi kadang-kadang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil," kata Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Regional Autonomy Watch, sebuah organisasi lokal non-pemerintah.
"Namun logika demokrasi bukan tentang logika efisiensi, ini tentang hak rakyat untuk memilih pemimpin mereka."
RUU, yang didukung kuat oleh sejumlah parpol dalam Koalisi Merah Putih yang mengusung capres kalah Pilpres, Prabowo Subianto, akan memberi kekuatan politik pada DPRD untuk memilih gubernur dan walikota/bupati dan bukan rakyat sebagai konstituen.
"Pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih efektif dan efisien daripada melalui pemilihan langsung," kata Prabowo dari Partai Gerindra melalui Twitter, Selasa.
"Mereka yang mengatakan bahwa pemilihan melalui DPRD bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi tidak benar."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan mengakhiri jabatannya, partai yang dipimpinnya yakni Partai Demokrat mendukung RUU tersebut. Indonesia menerapkan reformasi demokrasi sejak jatuhnya pemimpin otoriter Soeharto pada 1998.
Pemilihan presiden tahun ini, tercatat paling ketat dalam sejarah demokrasi Indonesia, berlangsung tanpa kekerasan atau intervensi militer. Hal itu berbeda dengan negara tetangganya di Asia Tenggara yakni Thailand, Malaysia, Myanmar dan Kamboja, yang demokrasinya menunjukkan kemunduran.
Penasihat Joko Widodo, yang juga dikenal sebagai Jokowi, meyakini RUU tersebut melanggar konstitusi tapi tidak akan berdampak signifikan terhadap pemerintahan Jokowi.
"Jika DPR menyetujui RUU tersebut, tidak akan berdampak luas pada pemerintahan Jokowi," kata Akbar Faisal, wakil ketua tim transisi Widodo ini.
Jakarta - Indonesian lawmakers are expected to vote this week on legislation that ends direct elections for governors and mayors, a measure critics say would weaken the country's democratic advances and encourage patronage politics.
The world's third-largest democracy introduced direct elections of regional leaders in 2005, allowing for a new breed of politicians to emerge that were not linked to the political elite - such as president-elect Joko Widodo.
But direct elections have also proved to be costly for candidates, limiting the field to those who can afford to pay for their campaigns.
"High costs are required sometimes to carry our fair elections," said Robert Endi Jaweng, executive director of Regional Autonomy Watch, a local non-governmental organization.
"But the logic of democracy is not about the logic of efficiency, it's about the right of the people to choose their leaders."
The bill, which has strong support in parliament and is backed by several members in the coalition of losing presidential candidate Prabowo Subianto, would give local legislatures the power to choose governors and other regional heads instead of their constituents.
"The selection of regional heads by local parliament is more effective and efficient than through direct elections," Prabowo's Gerindra Party tweeted on Tuesday.
"Those who say that elections through local parliament are contrary to the values of democracy are not right."
Outgoing President Susilo Bambang Yudhoyono, whose party supports the bill, must approve the legislation before it becomes law.
Indonesia has embraced democratic reforms since the downfall of autocratic leader Suharto in 1998.
This year's presidential election, the closest ever in Indonesia's history, took place without any major violence or military intervention. That contrasts with neighbouring Thailand, Malaysia, Myanmar and Cambodia, which have seen recent setbacks to their democracies.
Advisers to president-elect Widodo, who is also known as Jokowi, said they believe the bill violates the constitution but would not have a significant effect on how they govern.
"If parliament passes the bill, there will be no impact on Jokowi's administration," said Akbar Faisal, deputy chairman of Widodo's transition team.
