Yusril Bersedia Dampingi Nazaruddin Ungkap Kasus Korupsi

Former Law Minister of Indonesia to be Nazaruddin`s Legal Adviser to Unveil Corruption Cases

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Yusril Bersedia Dampingi Nazaruddin Ungkap Kasus Korupsi
Yusril Ihza Mahendra (Foto: viva.co.id)

Jakarta (B2B) - Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) bersedia memberikan nasihat dan pendampingan kepada terpidana Wisma Atlet SEA Games Palembang, M Nazaruddin.

"Sepanjang memberi nasihat dan mendampingi, saya bersedia," kata Yusril melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.

Pada Kamis (17/1), sebelum menjadi saksi dalam sidang mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar, Nazar mengatakan perlu pendampingan Yusril untuk dapat mengungkapkan sejumlah kasus korupsi yang diketahuinya.

"Kini Nazar berkeinginan untuk mengungkapkan banyak kasus korupsi di negara ini, namun dia masih ragu-ragu dan khawatir mengungkapkannya. Sebab itu dia perlu nasihat dan pendampingan dari saya agar tidak salah ungkap dan agar ia punya keberanian untuk mengungkapkannya. Kalau seperti itu permintaannya, maka bagi saya tidak masalah," tambah Yusril.

Ia mengaku bahwa Nazar memang menulis surat kepadanya sekitar dua pekan lalu yang meminta pendampingan Yusril untuk mengungkapkan kasus-kasus besar.

"Dia belum rinci kasus apa saja. Sepintas dia menyebut kasus Hambalang, proyek e-ktp dan pembelian pesawat Merpati," ungkap Yusril.

Mantan Menteri Sekretaris Negara tersebut juga mengakui bahwa Nazaruddin sudah berulang kali memintanya untuk menjadi penasihat hukum, tapi Yusril selalu menolak.

"Kali ini baik dalam surat maupun ucapannya, Nazar katakan dia tidak meminta saya menjadi penasihat hukum untuk tangani kasus yang dia hadapi, karena dia sudah tahu saya akan menolak kalau diminta jadi penasehat hukum, untuk menangangi dakwaan korupsi yang dilakukannya," katanya.

Jadi, lanjut Yusril, dirinya bersedia saja memberikan nasihat dan pendampingan kepadanya karena pada akhirnya tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas apa yang diungkapkan Nazar nantinya adalah tugas aparatur penegak hukum.

Pakar hukum tata negara tersebut menjelaskan bahwa sebagai warga negara ia wajib membantu seseorang untuk mengungkapkan kasus kejahatan.

"Mudah-mudahan nasihat dan pendampingan itu memberi manfaat bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negara ini," jelas Yusril.

Pada Kamis (16/1), Nazar menjelaskan bahwa ia mendapatkan banyak tekanan dan intimidasi selama berada di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung yang dilakukan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sekaligus Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto dan anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin.

"Saat saya baru masuk ke Sukamiskin, Novanto dan Aziz datang ke Sukamiskin di hari Minggu, padahal itu diluar jam besuk, mereka bisa datang ke Sukamiskin dan Fadh datang ke ruangan saya minta ketemu dengan Setya Novanto dan Aziz dan mau mengajukan sesuatu, saya tidak mau, karena Aziz dan Novanto juga terlibat di kasus-kasus lain yang saya ungkap," kata Nazaruddin.

Fadh El Fouz adalah mantan Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga organisasi masyarakat di bawah Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) yang divonis 2,5 tahun penjara karena menyuap mantan anggota badan anggaran DPR, Wa Ode Nurhayati.

"Hari libur saja Novanto dan Aziz bisa masuk ke Sukamiskin, katanya sudah mendapat izin dari Wamenkumham, saya bilang tidak mungkin. Saya tahu betul seorang Wamen bagaimana. Satu minggu kemudian Priyo (Budi Santoso) datang ke Sukamiskin. Priyo menjumpai Fadh dan mengatakan Fadh minta uang supaya tidak mengungkapkan Priyo terima uang tentang kasus Al Quran," jelas Nazar.

Priyo yang dimaksud adalah pimpinan DPR dari fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso.

Menurut Nazar, Fadh tidak hanya terlibat dalam kasus korupsi pengadaan laboratorium komputer dan penggandaan Al Quran. Dalam kasus ini mantan anggota Komisi VIII DPR fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra divonis penjara masing-masing 15 dan 8 tahun.

"Bukan hanya kasus Al Quran, karena waktu itu dibagi jatah Demokrat dan Golkar, Fadh mengelola anggaran IT (Information Technology) yang waktu itu diambil fee-nya dari Telkom sebesar Rp21 miliar dan proyek Al Quran 2011-2012 di dia, dia (Fadh) hanya memberikan Pak Zulkarnaen tujuh persen sisanya dia dan Priyo yang menikmati," ungkap Nazar.

Jakarta (B2B) - Yusril Ihza Mahendra, former law minister has expressed interest to become the legal adviser to the former ruling Democrat Party treasurer M. Nazaruddin, who is currently serving a jail term on charges of corruption.

"So long, I have to be only his legal adviser and I am ready for it," the law professor stated in a text message received here on Friday.

On Thursday, before testified as a witness in the case of a former Sports Ministry official, Deddy Kusdinar, Nazaruddin noted that he required a legal adviser in order to unveil a number of corruption cases that he had knowledge of.

"Nazar is ready to uncover several corruption cases in the country, but he is still hesitant and apprehensive about doing it. Hence, he wants me to be his legal adviser and counselor, so that he finds the courage to say the right things. If this is what he wants, it is not an issue," he claimed.

Yusril, who is also a political figure from the Bulan Bintang (Moon and Star) Party, acknowledged that Nazar had written to him around a fortnight back, requesting him to be his counsel with regard to his plans to unearth major corruption cases.

"He has not disclosed the details of the cases as yet. But, he cursorily mentioned about the Hambalang, E-KTP, and Merpati plane purchase cases," he noted.

"This time in his letter or statement, Nazar did not request me to become his lawyer for dealing with his cases, as he already knew that I will reply in the negative. So, I will only give legal advice and counseling as the tasks of probing and investigation into what Nazar unveils, will be later handled by the law enforcers," he remarked.

Yusril, who was also the former minister and state secretary, explained that as a citizen he is obliged to help someone seeking to unveil a crime.

"Hopefully, the advice he offers will be helpful in enforcing the law and eradicating corruption in the country," he stated.

On Thursday, Nazar revealed details about his jail term in the Sukamiskin Prison, Bandung, West Java, stating that he was under tremendous pressure and feared the Head of Golkar Party faction in the House of Representatives, Setya Novanto and Aziz Syamsuddin, a member of the House Commission III from Golkar Party. Setya was also the partys treasurer.

"As soon as I was moved to the Sukamiskin Prison on Sunday, Novanto and Aziz came to visit me, although it was not a visitation day. Fadh, who was another prisoner jailed on corruption charges, came to my cell in order to meet Novanto and Aziz as he supposedly had a proposal for them, about which I have no knowledge. Aziz and Novanto are also involved in other cases that I have unveiled," he added.

Fadh El Fouz, who is a former chairman of the Youth and Sports Affairs department of the Golkar Party, was sentenced to 2.5 years of imprisonment for allegedly paying bribes to the former parliament member Wa Ode Nurhayati.

"Even during a holiday, Novanto and Aziz were able to visit the Sukamiskin prison. They said that they had received a permit for it from the Deputy Minister of Law. I replied that it was impossible as I knew the deputy minister would not have given his consent to it. A week later, Priyo (Budi Santoso) also visited Sukamiskin. He met Fadh and stated that Fadh had asked for money in order to maintain silence about the fact that Priyo had received a bribe in connection with the Al Quran procurement corruption case," Nazar pointed.

Priyo is a house deputy speaker from the Golkar Party.

According to Nazar, Fadh was not involved in the Al Quran corruption case related to the procurement of computer units, which had led to the imprisonment of the former Golkar Party MP Zulkarnaen Djabar and his son, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, for a period of 15 and 8 years respectively.

"Fadh managed the IT budget and had taken a fee worth Rp21 billion from Telkom and also for the Al Quran procurement project in 2011-2012. Fadh only gave 7 percent of the fee to Zulkarnaen, while the rest was handed over to Priyo and him," Nazar claimed.