UU MD3 Dikritik lantaran `Lindungi` Anggota DPR dari Pemeriksaan KPK

Critics: Indonesian Law Protects Lawmakers from Graft Probes

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


UU MD3 Dikritik lantaran `Lindungi` Anggota DPR dari Pemeriksaan KPK
Foto: istimewa

PENGAMAT POLITIK mengatakan bahwa UU No 2/2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD disingkat UU MD3 akan melindungi anggota DPR dari investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga memicu protes publik yang menganggap UU tersebut sebagai kemunduran besar negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

UU MD3 yang disahkan bulan lalu oleh DPR beranggotakan 560 orang, mulai berlaku secara otomatis pada Kamis setelah 30 hari diundangkan meskipun Presiden RI Joko Widodo menolak untuk meneken UU MD3 karena ditentang oleh rakyat.

"RUU itu ada di meja saya, tapi saya belum menandatanganinya," kata Jokowi minggu lalu di Twitter. "Saya mengerti keresahan di kalangan masyarakat. Kita semua menginginkan kualitas demokrasi kita membaik, tidak sampai merosot."

Jokowi menyarankan agar mereka yang menentang undang-undang tersebut dapat mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden dapat ´melawan´ dengan mengeluarkan peraturan presiden pengganti undang-undang (Perpu) namun akan menjadi taruhan berat bagi koalisi parpol di DPR menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Ratusan mahasiswa melakukan demonstrasi pada Kamis di luar gedung MK, dan beberapa pihak yang keberatan mengajukan judicial review.

Berdasarkan UU MD3 penyelidikan terhadap anggota parlemen manapun harus disetujui terlebih dahulu oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan kemudian mendapat izin tertulis dari presiden.

Sejumlah anggota DPR telah terbukti melakukan korupsi dan mantan Ketua DPR Setya Novanto saat ini menghadapi pengadilan karena diduga terlibat dalam salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia.

UU MD3 juga memberi peluang penuntutan terhadap warga yang tindakannya dapat dianggap tidak menghormati DPR dan anggota parlemen.

Ada pula pasal yang menetapkan bahwa legislator dapat memaksa polisi untuk mempresentasikan siapa pun yang perlu diinterogasi oleh DPR.

"Ini adalah alarm bagi demokrasi kita," kata Refly Harun, pakar hukum tata negara. "Pasal kontroversial ini sangat berlebihan."

Dia mengatakan bahwa DPR harus melindungi rakyat daripada mengancam mereka.

Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat seperti dikutip Associated Press yang dilansir MailOnline.

CRITICS SAY a new Indonesian law could protect legislators from investigations by the powerful anti-graft commission, triggering anger at what many regard as a grave setback for the world´s third largest democracy.

The Law on Representative Assemblies, passed last month by the 560-member Parliament, came into force automatically Thursday after 30 days despite President Joko "Jokowi" Widodo´s refusal to sign it because of public opposition.

"The bill has been on my table, but I have not signed it," Jokowi said last week on Twitter. "I understand the unrest among society. We all want the quality of our democracy to improve, not to decline."

Jokowi suggested that those opposed to the law could challenge it in the Constitutional Court. He could also effectively veto the law by issuing a presidential regulation but would risk angering parties that make up his coalition in parliament ahead of a presidential election in 2019.

Hundreds of students staged a protest Thursday outside the court, where some groups filed requests for a judicial review of the law.

Under the legislation, an investigation of any lawmaker must first be approved by Parliament´s ethics council and then receive written permission from the president.

A number of legislators have been convicted of corruption and former House Speaker Setya Novanto is currently facing trial for alleged involvement in one of the country´s biggest corruption scandals.

The law also allows prosecution of Indonesians whose actions could be regarded as disrespecting Parliament and parliamentarians.

It also stipulates that legislators can compel police to present anyone needed to be questioned by Parliament.

"This is an alarm for our democracy," said Refly Harun, a constitutional law expert. "These controversial articles are very excessive."

He said Parliament should protect the people instead of threatening them.

Indonesia is the world´s third largest democracy after India and the United States.